wartawan singgalang

Jumat, 17 Oktober 2014

Masjid Pakai Tabuah Terpanjang Itu Semakin Tacelak

Masjid Pakai Tabuah Terpanjang Itu Semakin Tacelak

VII Koto--Kehadirannya sangat dinanti jamaah shalat yang telah menunggu di rumah Allah yang sedang dalam tahap pembangunan itu. Dengan langkah ringan dan bersahaja, ia menyalami satu persatu jamaah saat menuju saf pertama sebelum menunaikan ibadah Shalat Jumat, di Masjid Raya VII Koto, Ampalu, Jumat (10/10). Ia lah Bupati Padang Pariaman Ali Mukhni yang datang bersama jajarannya.
    Sebelum menyampaikan sambutanya, terlebih dahulu pengurus masjid setempat, Ali Basar Tuanku Sutan Sinaro mengekspos perkembangan pembangunan masjid tersebut. Ia mengatakan bahwa Masjid Raya VII Koto yang telah berumur tiga abad itu merupakan cagar budaya di Sumatera Barat. Ia berterima kasih atas bantuan pemerintah lewat dukungan rekonstruksi masjid pascagempa 2009 yang lalu.
    "Masjid Raya VII Koto merupakan cagar budaya di Sumbar. Mesjid ini sudah berumur tiga abad, dan ada peninggalan sejarah yaitu "tabuah" terpanjang di Ranah Minang. Tabuah digunakan untuk menandakan masuknya waktu sholat," kata Ali Basar.
    Selanjutnya, Ali Basar juga mengapresiasi Pemprov Sumbar dan Kabupaten Padang Pariaman atas selesainya pembanguan jembatan dan jalan selebar 15 meter yang menjadikan Ampalu semakin tacelak. Bahkan saking bangganya, Ali Basar mengatakan bahwa jalan di depan masjid selayaknya jalan yang ada di Jakarta.
    "Megahnya jembatan dan mulusnya jalan membuat kami serasa berada di Jakarta. Terima kasih kami kepada Bapak Gubernur Irwan Prayitno dan Bupati Ali Mukhni. Semoga Allah SWT membalas kebaikan Bapak," kata Ali Basar yang didampingi tokoh masyarakat VII Koto, Rajo Sailan.
    Secara khusus, ia mengucapkan terima kasih atas bantuan yang diserahkan Bupati Ali Mukhni berupa satu unit mimbar khatib yang telah digunakan untuk kegiatan shalat Jumat. "Atas nama jamaah, kami ucapkan terima kasih atas keikhlasan Bapak Ali Mukhni dari dana pribadinya memberikan bantuan satu unit mimbar khatib yang kita lihat bersama hari ini. Semoga amal ibadah terus mengalir bagi beliau beserta keluarga," katanya mendoakan.
    Anggota DPRD Padang Pariaman asal Ampalu, Ramli yang juga tokoh masyarakat setempat menyampaikan aspirasi masyarakat untuk peningkatan jalan menuju masjid sepanjang 400 meter. Karena saat ini jalan yang ada belum memadai, dan sempit hanya selebar 1,5 meter untuk satu jalur kendaraan roda empat saja.
    "Tadi saya sudah sampaikan kepada Pak Bupati mengenai pelebaran dan peningkatan jalan menuju Rumah Allah ini. Alhamdulillah beliau sudah setuju. Melalui Dinas PU, akan kita anggarkan pada tahun 2015," kata Politikus Partai Gerindra ini.
    Bupati Ali Mukhni mengajak masyarakat untuk meningkatkan
ukhuwah Islamiyah, sehingga melahirkan generasi yang religius dan takut
berbuat dosa. Peranan niniak mamak, alim ulama beserta pemerintah sangat penting untuk mewujudkan Padang Pariaman yang religius.
    "Tadi saya juga mampir di jembatan Ampalu bersama Kadis PU, pemandangannya sungguh indah. Masih asri dan alami. Mari bersama kita jaga infrastruktur itu, biar bermanfaat bagi masyarakat," kata Bupati Ali Mukhni yang didampingi Kabag Humas Hendra Aswara. (damanhuri)

Kamis, 09 Oktober 2014

Potret Kehidupan Arman Dengan Jualan Koran dan Gorengan Anak Bisa Kuliah

Sei. Geringging--Potret kehidupan Arman sepertinya jadi inspirasi tersendiri bagi banyak orang. Tak banyak neka-neko, Arman hanya menjalani hidup bagaikan air mengalir saja. Tak terasa sudah tujuh tahun lamanya bapak berusia 49 tahun ini melakono profesi pengantar koran. Subuh-subuh, dia racak motornya dari Batu Mengaum, Sungai Geringging ke Sungai Limau. Nah, di Sungai Limau dia tunggu mobil pengangkut koran dari Padang, untuk selanjutnya diantar ke pelanggan yang ada di Sungai Limau hingga Kecamatan IV Koto Aua Malintang, yang berbatasan dengan Kabupaten Agam.
    "Dulu awalnya hanya koran Singgalang saja. Belakangan, semua koran harian. Ya Padang Ekpress, Posmetro, dan Haluan. Lumayan juga banyaknya langganan sampai ke Aua Malintang. Tapi tidak ada honor dari kantor. Yang ada hanya persentase dari langganan tersebut," cerita Arman, saat bersua Bupati Padang Pariaman Ali Mukhni di salah satu rumah makan di Pasar Sungai Geringging, Senin lalu.
    Siang itu Arman baru saja selesai ngantar koran langganannya. Saat makan siang, diapun tak menyangka kalau ada Bupati Ali Mukhni dan sejumlah pejabat yang sedang makan siang pula di Sungai Geringging. Mantan Camat Sungai Geringgi Bustanil Arifin yang saat ini menjadi Camat di Kecamatan Anai mengubik dia, untuk duduk makan bersama. Dengan basa-basi, Arman pun duduk di depan orang nomor satu di Padang Pariaman itu dengan saling berhadapan.
    Sehabis makan, Bupati Ali Mukhni menanya Arman. "Lah bara anak," tanya dia. Empat baru Pak," kata dia pula. Alahtu. Jangan ditambah lagi, seloroh Bupati Ali Mukhni. Arman pun menceritakan, empat orang putra-putrinya sedang dalam bangku pendidikan. dua orang sedang kuliah. Satu di Unand Padang, dan satu lagi di STIKIP YDB Lubuk Alung. Yang terakhir ini sedang dalam PKL saat ini.
    Bupati Ali Mukhni terus mengorek sumber kehidupan seorang Arman. Karena dua anaknya lagi sedang di bangku SMA dan SMP. Tentu hal demikian butuh biaya yang tidak sedikit. Sedangkan kemasukan uang dari penjualan korannya tiap pagi, sama sekali tak akan mampu untuk itu. "Sorenya saya membantu urang rumah jualan gorengan depan rumah, Pak. Lalu, jelang Magrib masuk, saya ke masjid mengimami shalat, dan ngajar anak mengaji bagai," kata dia.
    Bupati Ali Mukhni terharu mendengar cerita Arman. Apalagi, di wajahnya ada bekas atau tanda-tanda orang yang sangat rajin beribadah. Bupati Ali Mukhni tambah senang. Seketika itu, sebelum meninggalkan kedai nasi, Ali Mukhni memberikan seikhlasnya sejumlah uang. Senanglah hati Arman. Bupati berpesan, jangan sampai semua anaknya itu terhenti pendidikannya. Kelanjutan pendidikan anak sangat berarti sekali dalam membina rumah tangga.
    Bagi Arman, tampak menjalani kehidupan harus ada keseimbangan antara dunia dan akhirat. Dengan itu pulallah, semangatnya untuk menghidupkan masjid dengan shalat berjamaah tiap waktu menjadi kesenangannya. Dia mengaku, itulah pertama kalinya sentuhan kepala daerah yang dia rasakan. Dan sama sekali Arman tidak pernah membayangkan, kalau suatu ketika dia bisa berdialog dan bincang-bincang dengan seorang bupati.
    Pasca itu, cerita kehidupan Arman dikembangkan oleh Bupati Ali Mukhni dalam pertemuannya dengan ratusan guru honor yang menerima insentif. Ali Mukhni mengajak para guru honor yang insentifnya hanya Rp300 ribu sebulan itu menjadikan Arman sebagai sumber inspirasi. "Arman dan istrinya tidak PNS dan tidak pula seorang guru honor. Hanya penjual koran dan gorengan. Tapi dua anaknya sedang kuliah, dan dua lagi sedang SMA dan SMP. Memang rahasia Tuhan tidak banyak manusia yang mengetahui. Itulah kekayaan Yang Maha Kuasa dalam menghidupkan hamba-Nya," kata Ali Mukhni. (damanhuri)

Selasa, 07 Oktober 2014

Bupati Ali Mukhni Terenyuh di Aua Malintang


Aua Malintang---Malang benar nasib Rudi Hartono. Sebelah kakinya bagian lutut membengkak, akibat tersentuh knalpot motor yang lumayan hangatnya beberapa bulan yang silam. Sekarang, kalau berjalan pria berusia 17 tahun itu harus pakai tongkat. Anak nomor tiga dari lima bersaudara itu hanya bisa duduk di rumah. Sebagai anak laki-laki, Rudi Hartono merupakan tulang punggung dari keluarganya. Apalagi, ayahnya Kandunia telah lama meninggal dunia.
    Senin kemarin, Desmawati, ibu kandung Rudi Hartono merasa terkejut. Rumahnya yang sederhana di Korong Padang Beringin, Nagari III Koto Aua Malintang didatangi Bupati Padang Pariaman Ali Mukhni, bersama sejumlah pejabat di lingkungan Pemkab. Bupati Ali Mukhni sehabis kegiatan di Sungai Geringging, dikasih tahu oleh tokoh muda Aua Malintang, H. Azwar Mardin tentang parasaian anak muda malang tersebut.
    Desmawati yang sehari-hari hanya petani kampung itu menceritakan, kalau anaknya Rudi terjatuh dari motor habis menolong orang. Dari itu, knalpot menyentuh lututnya, dan sampai membengak. Desmawati pun telah membawa anaknya berobat ke Puskesmas Aua Malintang. Dokter bilang, Rudi sakit kanker, dan harus diobati di rumah sakit. Bagi Desmawati, ingin sekali anak bujangnya itu cepat sembut. Tapi apa hendak dikata, duit yang banyak itu benar yang tidak ada untuk mengobatinya.
    "Sejak awal kejadian, bengkak kaki Rudi terus membesar. Sampai dia harus pakai tongkat lantaran tak lagi bisa diangkat kakinya kalau mau berjalan. Sering berobat kampung, tapi mungkin karena belum bersua jodohnya dengan penyakit, sehingga belum juga sembuh," ujarnya sedih.
    Bupati Ali Mukhni merasa terenyuh melihat nasih yang menimpa keluarga Desmawati. Seketika itu, Ali Mukhni mengontak anak buahnya Aspinuddin, Kepala Dinas Kesehatan Padang Pariaman. Bupati Ali Mukhni menceritakan kisahnya dalam melihat keluarga miskin yang sakit, dan butuh pengobatan. Ali Mukhni menyarankan, kalau butuh rujukan, tolong berikan, dan fasilitasi supaya bisa dirawat.
    Kedatangan Ali Mukhni ke rumah Desmawati terasa menjadi obat bagi keluarga itu sendiri. Ali Mukhni tidak sendirian. Dua anggota dewan asal Dapil itu; Dwi Warman Chaniago dari PPP dan Kamarsam dari Partai Demokrat juga ikut. Camat IV Koto Aua Malintang, Kepala Dinas Pendidikan Mulyadi, serta sejumlah pejabat lainnya. Dwi Waraman langsung mengaruk sakunya, dan memberikan seikhlaskan untuk biaya berobat Rudi kepada ibunya.
    Hadrochepalus
    Masih di Korong Padang Beringin, Nagari III Koto Aua Malintang, dan tak jauh dari rumah orangtua Rudi Hartono, Bupati Ali Mukhni pun diajak melihat anak malang, berusia lima tahun, tapi tak padai bicara. Kepalanya membesar. Tiap hari anak itu hanya dalam gendongan ibu dan neneknya. Anak nomor dua dari pasangan Sita dan Bukik itu mengalami penyakit hadrachepalus sejak lahir. Anak itu diberi nama Nabil oleh kedua orangtuanya.
    Sita dan Bukik hanya orang kampung biasa. Tinggal di pondok kecil menyewa pula, lantaran mereka tak lagi punya rumah sampai sekarang akibat runtuh oleh gempa 2009 silam. Tiap hari Sita bekerja di huller depan rumahnya menjemur padi, untuk menyambung hidupnya dari upah jemuran padi. Sementara, suaminya Bukik bekerja di sawah dan ladang milik orang lain. Cerita tokoh masyarakat setempat, Edi Yasmahadi, Nabil pernah dilihat oleh Dinas Sosial Padang Pariaman, tetapi tidak ada tindak-lanjutnya sampai sekarang.
    Bupati Ali Mukhni memberikan uang sakunya. Dan pejabat lainnya, Mulyadi, Yuniswan pun ikut berdoncek. Tak kurang dari sejuta uang diberikan kepada keluarga itu, tanda buah tangan. Keluarga ini merasa tersanjung. Tak pernah terbayangkan olehnya, kalau pondok buruknya itu dikunjungi orang nomor satu di Padang Pariaman. Dia pun menyampaikan terima kasih atas kepedulian Bupati Ali Mukhni dan rombongan. (damanhuri)