wartawan singgalang

Rabu, 29 Januari 2014

Keteladanan Gaek Lamang di Nagari Guguak yang tak Pernah Dilupakan

Keteladanan Gaek Lamang di Nagari Guguak yang tak Pernah Dilupakan

Kayutanam---Sebagai nagari yang terletak di ikue darek kapalo rantau, Guguak punya banyak peninggalan sejarah yang nyaris terlupakan. Sepertinya, nagari yang terletak di Kecamatan 2x11 Kayutanam ini punya pergolakan yang luar biasa pada zaman saisuak. Namun, peninggalan sejarah demikian belum digarap secara maksimal, sehingga terendap begitu saja.
    Disamping ditemukannya makam Engku Sumaniak, yang kata orang kampung itu seniornya Syekh Burhanuddin Ulakan, juga adalagi makam yang dianggap masyarakat Guguak sebagai makamnya orang keramat, yakni makam Gaek Lamang. Makam itu terletak dihutan belantara, yang disekelilingnya dipenuhi oleh makam masyarakat kampung itu. Gaek Lamang nama aslinya, adalah Dampam. Dia seorang labai, atau orang siak yang punya banyak kelebihan.
    Sabtu lalu, Singgalang bersama Masrizal, anggota DPRD Padang Pariaman sengaja menelusuri situs yang belum ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah tersebut. Ditemani seorang pemuda kampung, kami pun menelusiri sebuah bukit di Korong Pasa Surau. Ada bekas jalan yang pernah dibangun lewat program PNPM dulunya, tetapi telah merimba. Pemukiman pun ada, namun tak banyak rumah warga disitu.
    "Digelari dia dengan Gaek Lamang, lantaran setiap kali pulang mengaji atau mendoa di rumah masyarakat, lamang yang dibawanya selalu diberikan kepada warga yang sedang duduk di lapau. Artinya, Gaek Lamang ini suka berbagi, meskipun yang diberikannya hanya sebatang lamang hasil sedekah orang pula," kata H. Baharuddin Tuanku Kadhi Guguak, yang sempat bercerita panjang tentang Gaek Lamang demikian.
    Kemudian, Gaek Lamang juga dikenal sebagai urang siak yang paling jujur. Dia tidak malin kitab seperti kebanyakan para ulama. Namun, kaji yang didapatkannya dijunjung tinggi, diamalkan saban waktu. "Sebagai contoh, setiap bulan baik, seperti hari raya, orang kampung banyak yang memanggil Gaek Lamang untuk mendoa di rumah. Baginya, siap yang duluan memanggilnya harus pula didahulukan, meskipun rumah orang yang memanggil itu terletak jauh diujung kampung," cerita Tuanku Kadhi lagi.
    Tuanku Kadhi melihat, sembahyang lima waktu atau sembahyang sunnat yang dilakukan Gaek Lamang cukup memakan waktu yang sangat lama. Ini kelebihannya yang sangat luar biasa sekali. Dimana hal demikian sangat jarang bersua dikalangan orang siak zaman sekarang. Kesannya, dakwah yang dilakukan Gaek Lamang banyak dengan perilaku elok yang dimulai dari dirinya sendiri. Dia tak banyak bicara. Hanya masyarakat banyak yang menilai, kalau dia punya banyak contoh baik, yang mesti ditiru oleh masyarakat.
    Diperkirakan Gaek Lamang meninggal dunia antara tahun 1954-1956. Berusia sekitar 70 tahun. Bagi masyarakat Guguak, karena dinilai orang keramat dibuatkanlah gubah makamnya. Dan tiap tahun selalu diadakan acara selamatan di komplek makamnya itu.
    "Makam Gaek Lamang banyak dijadikan orang luar sebagai tempat menunaikan nazar. Seumpana orang berniat kalau hasil pertaniannya rancak, atau pendidikan anaknya sukses, maka dia berniat mendoa di kuburan Gaek Lamang," sebut Tuanku Kadhi lagi.
    Masyarakat Guguak berharap kepada anggota dewan asal kampung itu, Masrizal yang saat ini maju menjadi calon anggota DPRD Sumbar dari PPP untuk bisa memperjuangkan makam itu dijadikan situs cagar budaya. Dan hal itu sangat pantas, mengingat perjuangan yang dilakukannya zaman dulu terhadap masyarakat Nagari Guguak dan sekitarnya. (damanhuri)

Selasa, 28 Januari 2014

Abdi Loyal yang tak Pernah Mengeluh Itu Pergi Selamanya

Abdi Loyal yang tak Pernah Mengeluh Itu Pergi Selamanya

Lubuk Alung---Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Irawadi, exs Sekcam Lubuk Alung meninggal dunia, Selasa malam kemarin. Itu kabar yang disebarluaskan Nasrizal dalam grup Rapet Bamus di BBM. Tentunya kabar demikian sangat mengejutkan. Irawadi yang juga pernah jadi Pjs Walinagari Pasie Laweh Lubuk Alung ini pergi untuk selamanya.
    Bagi masyarakat Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman nama Irawadi sudah tidak asing lagi. Pria kelahiran Indrapura, Pesisir Selatan pada 1962 ini sangat terkenal ramah, mudah senyum dan bisa bergaul dengan masyarakat luas ditempat kerjanya. Dia menghembuskan nafas terakhirnya sekitar pukul 00.00 di kediamannya, Kota Padang.
    Dia cukup lama menanggung penyakit liper. Sempat lama dirawat di Rumah Sakit Siti Rahmah, dan terakhir dirawat di Rumah Sakit TNI, Gantiang, Padang. Dalam rentang sakit yang berkepanjangan itulah, jabatan yang diembannya sebagai Sekcam Lubuk Alung digantikan oleh Vemi.
    Saking eloknya Irawadi dengan masyarakat di Lubuk Alung, banyak masyarakat dan koleganya yang menyambangi ke rumah sakit saat dia dirawat. Darfiawati, istri tercitanya bersama empat orang putra-putrinya tampak sedih dan terpukul menerimah cobaan demikian. Dari rumah duka dikabarkan, Irawadi yang pernah lama jadi Sekcam VII Koto Sungai Sariak ini dimakamkan hari ini (Rabu kemarin) di kampung halamanya, Indrapura.
    Camat Lubuk Alung Azminur saat mendapat kabar itu langsung terhenyak. "Dia abdi negara yang loyal kepada pimpinan, disiplin, dan tidak pernah mengeluh dalam bekerja. Komit menjalankan program kerja," kata Azminur.
    Bersama masyarakat dan jajaran pegawai dilingkungan kecamatan Lubuk Alung, Azminur langsung takziah ke rumah duka. "Banyak kenangan yang ditinggalkan almarhum. Untuk Pasie Laweh Lubuk Alung, dia berhasil meletakkan pondasi dasar pemerintahan nagari," ungkapnya. (damanhuri)   

Engku Sumaniak Seniornya Syekh Burhanuddin Kesepian

Engku Sumaniak Seniornya Syekh Burhanuddin Kesepian

Kayutanam---Orang Guguak menyebutnya Syekh Sumaniak. Diluar makamnya tertulis cagar budaya makam Engku Sumaniak. Konon kabarnya, ulama yang satu ini senior oleh Syekh Burhanuddin Ulakan. Atau bahasa suraunya, Engku Sumaniak adalah gurutuo Syekh Burhanuddin saat mengaji di Tapakis bersama Syekh Madinah. Cerita itu hampir kabur, lantaran tak banyak lagi yang tua-tua Nagari Guguak, Kecamatan 2x11 Kayutanam yang menguasainya.
    Melihat namanya, Engku Sumaniak juga berasal dari darek, sama dengan Syekh Burhanuddin. Orang Guguak menyebutkan, kampung asal Engku Sumaniak, ya di Sumaniak, dekat Sungai Tarap, Kabupaten Tanah Datar. Sabtu lalu, Singgalang diajak Masrizal, anggota DPRD Padang Pariaman yang saat ini menjadi calon anggota DPRD Sumbar dari PPP menelusuri makam keramat demikian. Terletak di seberang sungai, dikaki bukit, pas di belakang Masjid Raya Guguak. Tampak makam itu seolah-olah tak pernah sepi dari pengunjung.
    Amiruddin, juru kunci makam itu bersama H. Burhanuddin Tuanku Kadhi Guguak menceritakan kalau basafa yang dilakukan di Ulakan setiap bulan Syafar itu diawali di Guguak ini. "Kalau di Ulakan, makam Syekh Burhanuddin basafanya Rabu malam diatas tanggal 10 Syafar, disini Selasa malamnya. Sehari sebelum di Ulakan. Namun, entah karena apa, basafa di Guguak tak begitu populer. Yang jelas, sejak kami tahu selalu dilakukan basafa tiap tahunnya disini," ungkap mereka.
    Bedanya, Engku Sumaniak terkenal dengan ulama ahli Fiqh. Kalau Syekh Burhanuddin ahli tasawuf. Fiqh adalah kajian hukum Islam, yang menurut cerita banyak orang, sangat dipegang teguh oleh beliau Engku Sumaniak ini. Dia sangat terkenal keras dan disiplin yang tinggi. Dan itu memang bersua dalam kajian Fiqh. Engku Sumaniak selesai mengaji di Tapakis bersama Syekh Madinah langsung merasul atau menetap di Pasa Surau, Nagari Guguak ini. Beda halnya dengan Syekh Burhanuddin yang disuruh langsung oleh Syekh Madinah untuk melanjutkan pengajiannya ke Syekh Abdurrauf di Aceh.
    Menurut cerita Tuanku Kadhi Guguak ini, Syekh Burhanuddin sangat mengagumi beliau Engku Sumaniak. Sebelum diputuskan sumpah sati Bukit Marapalam yang menetapkan adat basadi syarak, syarak basandi kitabulah, terlebih dahulu Syekh Burhanuddin bersama rombongannya singgah di Guguak, menemui Engku Sumaniak. Dan cerita ini berkembang luas dulunya dari yang tua-tua. "Syekh Burhanuddin hanya berjalan kaki, menyusuru Sungai Batang Ulakan. Sampai dia di tempat Engku Sumaniak mengembangkan kaji, dia berhenti, dan terlibat dalam banyak diskusi dan pembicaraan," ungkapnya.
    Barangkali, sumpah sati Bukit Marapalam bermula dari Guguak ini. Banyak hal yang dibicarakan saat ini antara Syekh Burhanuddin dengan seniornya; Engku Sumaniak. Sebab, dalam diri ulama itu tidak ada yang sepurna seperti yang ditemukan dalam diri seorang Nabi. Disinilah kajian tasawuf dan kajian Fiqh disatu-padukan, untuk menetapkan adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah tersebut.
    "Kampung ini maka bernama Pasa Surau, ya itu pula. Engku Sumaniak inilah yang pertama kali membuat surau dalam kampung ini. Surau Manggih pertama kali yang dibuatnya, dan akhirnya hingga saat ini, setiap suku dalam korong ini punya surau. Sebagai seorang ahli Fiqh, Engku Sumaniak banyak dapat tantangan dari masyarakat Guguak dulunya. Namun, hal itu tidak membuat semangatnya untuk meng-Islamkan banyak orang surut sama sekali. Zaman itu orang masih memakan tikus, ular dan lain sebagainya," sebut Tuanku Kadhi.
    Dulu, lanjut Tuanku Kadhi, banyak orang dari darek yang ikut basafa ke makam Engku Sumaniak. Namun, belakangan sudah sangat jarang. Boleh dikatakan yang melakukan basafa akhir-akhir ini hanya masyarakat Guguak sendiri lagi. "Sebagai warih bajawek, pusako batolong, basafa ini akan tetap berlanjut dan harus dilestarikan. Tradisi itu merupakan peninggalan orang yang ikut malaco kampung ini bersama Engku Sumaniak dulunya.
    Kepada Masrizal, tokoh masyarakat itu berharap agar jalan menuju makam itu bisa dibangun. Sekarang, kalau menuju makam itu harus jalan kaki. Kendaraan hanya sampai Masjid Raya Guguak. Masrizal pun mohon dukungan masyarakat Guguak untuk bisa berbuat dalam kelanggengan barang bersejarah dalam nagari itu. (damanhuri)

Rabu, 01 Januari 2014

Empat Tahun Pascagempa Rumah Guru Ngaji Itu Belum Juga Bisa Dibangun Kembali

Empat Tahun Pascagempa
Rumah Guru Ngaji Itu Belum Juga Bisa Dibangun Kembali

Sicincin---Empat tahun lebih pascagempa 2009 silam, belum punya arti apa-apa bagi Budiman Tuanku Mudo dan Istrinya Syamsimar. Meskipun bantuan Rp15 juta dari pemerintah sudah diterimanya, ternyata belum mampu untuk membangun kembali rumahnya yang telah punah akibat amukan gempa yang sangat kuat tersebut.
    Selasa kemarin Singgalang diajak Masrizal, anggota Fraksi Bersatu DPRD Padang Pariaman bertandang kerumah pasangan suami istri yang telah dikarunia tiga orang putra-putri ini, di Aia Marangek, Korong Bari, Nagari Sicincin, Kecamatan 2x11 Enam Lingkung. "Semua bantuan telah dibelikan alat bangunan, berupa batubata, besi dan lainnya. Namun, untuk upah tukang belum ada. Ya, terpaksa semua alat itu dibiarkan saja dulu tergeletak," kata dia menceritakan.
    Saat ini, Budiman dan Syamsimar yang berprofesi sebagai guru ngaji di MDA dan TPA surau di Sicincin itu tinggal di sebuah pondok kecil, yang juga bantuan dari rumah senyum program tanggap darurat saat gempa dulu. Pondok itu tak punya kamar pula. Kalau saja tiga anaknya pada pulang kampung dari kuliahnya di Padang, maka bersempit-sempitlah dia tidur dalam pondok demikian.
    Pondoknya terletak dipinggir jalan utama Sicincin-Pariaman. Disamping guru ngaji, mendidik anak-anak kampung tahu dengan agama, Budiman dan Syamsimar juga seorang petani kampung. Ada satu dua tumpak sawah dan ladang yang dikelolanya untuk menyambung hidup. Soal honor guru ngaji dikampung jangan ditanya berapa dia dapatkan. Itu sebuah kerja lillahi ta'ala. Kadang dikasih orang kampung berupa beras dan sedikit uang, yang tidak ada jumlah ketetapannya.
    "Dulu ada honor yang kami terima dari Pemkab Padang Pariaman. Tapi tahun ini tidak ada. Kami tak tahu, kenapa itu bisa terjadi. Yang jelas, bila waktu ngajar datang, kami datang ke surau itu. Anak-anak sudah menunggu. Dan profesi mulya ini sudah lama kami lakukan, dan tidak mungkin untuk ditinggalkan," katanya.
    Budiman dan Syamsimar belum bisa memastikan, kapan pembangunan kembali rumah yang dihuninya sejak mereka jadi pengantin baru hingga menjelang gempa 2009 itu. "Belum ada kepastiannya. Cuman, barang bangunan saja yang teronggok. Upah tukang lumayan mahal pula saat ini," harapnya.
    Mereka sangat ingin, rumah yang dulunya punya tiga kamar itu bisa kembali dibangun. Apalagi anaknya yang tua perempuan pula, yang mesti tidur dalam kamar sendiri. Orang lain yang sudah membangun kembali rumahnya yang hancur dalam kampung itu, hanya bisa dilihatnya. Ingin pula mereka seperti orang lain itu, tapi apa daya. Untuk upah tukang itu benar yang tidak atau belum ada uangnya.
    Keluarga ini merasa tersanjung saat dikunjungi anggota dewan Padang Pariaman, Masrizal yang saat ini maju jadi calon anggota dewan Sumbar dari PPP itu. Kepada Masrizal mereka paham dan yakin dengan takdir Tuhan. Yang jelas, usaha yang telah dilakukannya; bertani dan ngajar ngaji tetap dilakoninya. Tentunya keduanya itu berusaha dan beramal. (damanhuri)

Bermula Dari Kesalahan Suntikan Polio 25 Tahun Sudah Rahmat Mengalami Cacat, Orangtuanya Pasrah

Bermula Dari Kesalahan Suntikan Polio
25 Tahun Sudah Rahmat Mengalami Cacat, Orangtuanya Pasrah

Kayutanam---Malang benar nasib Desrita. Ibu rumah tangga berusia 54 tahun ini sudah 25 tahun mengurus anaknya, Rahmat Affandi yang sakit lemah sehabis disuntik polio saat bayi dulu. Hingga saat ini, anak nomor lima dari tujuh bersaudara itu tak bisa bicara lurus. Kalau berjalan hanya berinsut-insut. Untung ada sebuah kursi roda yang dikasih dunsanaknya, sehingga tak begitu menyulitkan pada saat Rahmat ingin bermain keluar rumah.
    Ayahnya Syamsuar, seorang tukang bangunan rumah tampak pasrah dengan segala penderitaan yang ditanggung keluarganya itu. Yang namanya tukang, kadang-kadang ada pekerjaan, kadang-kadang kosong. Sedangkan istrinya, Desrita hanya bisa bergelut dengan anak itu saja dalam keseharian. Tak ada pekerjaan yang bisa menghasilkan uang yang dapat dilakukannya.
    Selasa kemarin, Singgalang diajak bertandang kerumahnya di Pasar Tangah, Nagari Kayutanam oleh anggota DPRD Padang Pariaman, Masrizal yang saat ini mencalonkan diri untuk DPRD Sumbar di Dapil II, Padang Pariaman dan Kota Pariaman. Selaku warga masyarakat Kayutanam, Masrizal merasa terenyuh atas penderitaan yang dialami kelurga miskin tersebut. Sedangkan adik Rahmat yang bungsu, juga mengalami putus sekolah SD. Masrizal memfasilitasi kepada anak tersebut bisa ujian Paket A yang setara SD, untuk mendapatkan ijazah yang bisa melanjutkannya ke SMP nantinya.
    Desrita dan Syamsuar menceritakan kalau anaknya Rahmat Affandi saat lahir lumayan gapuak. Hampir empat kilo beratnya. Badannya rancak. Dikasih nama Rahmat, lantaran dia lahir pada saat makan sahur di bulan puasa pada 1988 yang silam. "Datangnya sakit lemah ini pada saat sehabis disuntik polio bagian pahanya yang dilakukan oleh bidan di Kayutanam. Malam sehabis disuntik siangnya itu dia merasakan sakit yang luar biasa, dan berlanjut hingga saat ini," kata dia.
    "Kalau dia mintak makan, dulu bisa menyebut mamam. Sekarang tidak lagi. Hanya dengan menangis saja bila dia merasa lapar. Kalau kita tidak juga mengerti, dipukul-pukul wajahnya sendiri, hingga terluka. Dan itu sangat acap terjadinya. Apalagi, kalau kami sedang tak bersama dia, maka berlumuran darahlah wwajahnya karena dipukul terus," ceritanya sedih.
    Kemanapun tempat yang bisa mengobati anaknya itu, Desrita dan Syamsuar terus menurutnya. Sampai ke Barulak, Kabupaten Tanah Datar bagai, serta kampung lainnya diluar Padang Pariaman. Baginya, kesembuhan anak itu sangat diharapkan sekali. "Bayangkanlah, sudah 25 tahun usianya belum bisa disunat. Dia punya perasaan yang sama juga seperti anak normal lainnya. Melihat kondisinya, dia lelaki yang punya keinginan untuk kawin. Itu ditandai dari jenis kelamin yang dimilikinya pada saat sedang tidur atau bangun tidur," ungkap Desrita.
    Rahmat Affandi dalam kesehariannya butuh hiburan juga. Dia bisa menghidupkan tivi dan tave. Kalau waktunya mandi, ya terpaksa ayahnya yang memandikan. Kalau mau makan harus pula disuapin. Manakala tidak ada hiburan yang didengarnya, Rahmat banyak menung-menung. Bila sudah demikian, air liurnya meleleh sendiri yang berlanjut dengan muntah-muntah. Beberapa waktu lalu, Rahmat sempat dirawat di RSUD Padang Pariaman di Parit Malintang, Kecanmatan Enam Lingkung.       
    Pada kesempatan tersebut, Masrizal memberikan bantuan seperlunya. Calon wakil rakyat untuk DPRD Sumbar dari PPP dengan nomor urut dua itu berusaha mencarikan jalan keluar dari penderitaan tersebut. Dia mencoba menghubungi Pemkab Padang Pariaman, lewat Dinas Kesehatan supaya bisa dibantu untuk mengobati Rahmat Affandi.
    Disamping itu, keponakan Desrita, anak dari Gustini yang terhalang ikut ujian di salah satu SMP swasta di Kayutanam, lantaran belum bayar uang sekolah juga dibantu Masrizal. Insya Allah, dua hari lagi anak itu sudah bisa sekolah dan ikut ujian. (damanhuri)