wartawan singgalang

Selasa, 20 Agustus 2013

Lomba Layang-layang Dalam Memperebutkan 40 Kursi DPRD Padang Pariaman

Lomba Layang-layang Dalam Memperebutkan 40 Kursi DPRD Padang Pariaman

Padang Pariaman---Seiring dengan pesta demokrasi yang sedang gencar-gencar berhembus ditengah masyarakat, lomba layang-layang pun jadi trend tersendiri oleh sebagian masyarakat. Hampir semua perkampungan di Padang Pariaman menggelar acara ini. Memang, kalau dilihat filosofi main layang-layang dengan pesta demokrasi Pemilu ada hubungan tersendiri yang bisa dibaca. Keduanya ada persamaan dalam persaingan, diantara lomba layang-layang dengan caleg, baik antar partai maupun sesama satu partai politik yang ikut Pemilu 2014.
    Untuk Padang Pariaman, sepertinya layang-layang itu sudah lama terkenalnya. Bahkan, layang-layang yang dibuat anak muda disini tak pernah dijumpai di daerah lain. Seperti layang-layang jantan atau layang-layang danguang. Kalau daerah lain, kebanykan hanya layang-layang yang panjang ekornya. Di Padang Pariaman yang itu disebut layang kondai. Hanya dimainkan oleh anak-anak. Bukan mainan orang dewasa. Kalau untuk orang gadang, ya itu tadi, layang jantan.
    Orang dulu kabarnya di Padang Pariaman itu, untuk menaikkan satu layang-layang besar, butuh tenaga banyak orang. Tak bisa dinaikkan sendiri, lantaran berat dan kuatnya angin. Mulai dari tukang pegang tali agak dua hingga tiga orang, sampai kepada orang yang menjoakkannya. Namun, sekarang sudah jarang layang-layang besar tersebut dibuat orang. Sekarang yang banyak itu kecil, cukup melepasnya dengan dua orang saja.
    Kalau dalam bertanding, tentu tidak bisa dihindari terjadinya saling sikut kanan dan sikut kiri. Supaya layang-layang kita naik, bagaiaman layang-layang orang lain, yang dinilai hebat dan rancak pula diputusin talinya diatas udara. Itu mungkin dan pasti terjadi, walaupun panitia meminta supaya bertanding dengan sehat dan sportivitas yang tinggi.
    Dalam lomba layang-layang, selain dari layang-layang dia, ya jelas semuanya lawan, yang harus dikalahkan. Semua peserta lomba ingin juara. Kalau bisa juara satu atau juara umum. Tak peduli, meskipun satu kampung berlawanan, harus dikalahkan. Sebab, hadiah yang akan diperebutkan cukup lumayan bergengsi. Mulai dari piala, kambing, hingga Tabanas jutaan rupiah jumlahnya.
    Menghadapi Pemilu 2014, Padang Pariaman punya 40 kursi. Sedangkan yang akan memperebutkan kursi sebanyak itu tercatat 400 lebih caleg dari 12 partai politik peserta Pemilu. Semua caleg yang maju, tentu tak seorang pun yang ingin tidak dapat kursi nantinya. Semuanya ingin duduk. Mereka telah bergerilya kesana-kemari dalam daerah pemilihannya, mencari yang namanya dukungan.
    Tak heran pula, saling tuding dan jelek-menjelekkan diantara caleg bisa saja terjadi. Yang penting, bagi yang ikut agar bisa meraih dukungan dan suara, tentu harus mampu membangun opini ditengah masyarakatnya. Bagaimana menjadi figur terbaik dari yang baik. Semua caleg adalah orang pilihan. Bayangkan saja, karena saat ini caleg harus 100 persen, bagi yang tak dapat masuk lewat partainya, terpaksa harus hengkang ke partai lain, untuk bisa jadi caleg.
    Semakin hari percaturan politik semakin terasa. Masing-masing caleg tentu punya pula yang nama tukang joaan dalam istilah lomba layang-layang. Dalam caleg boleh dibilang tim sukses. Kadang-kadang tim sukses ini bisa lebih pandai dan lebih hebat dari caleg yang bersangkutan. Dengan kepandaian tim sukses itulah, sebagian besar caleg bisa berhasil dengan baik, mengalahkan caleg lainnya. Jangan harap caleg bisa duduk manis di DPRD Padang Pariaman nantinya, kalau tidak punya tukang joaan yang lihai. Mungkin itu barangkali. (damanhuri)

Kamis, 15 Agustus 2013

Sudah 17 Tahun tak Diadakan Perantau Batukalang Terpukau Kesenian Indang

Sudah 17 Tahun tak Diadakan
Perantau Batukalang Terpukau Kesenian Indang

Padang Sago---Sudah lama kesenian indang tidak terdengar di Padang Pariaman. Dulu, hampir masing-masing kampung dan nagari punya kesenian indang yang saling kejar-kejaran populernya. Indang itu tambah laris, ketika mediang Tiar Ramon menyanyikannya, dan hingga kini kasetnya masih ditemukan. Menurut yang tua-tua, indang erat kaitannya antara kesenian dan kajian tasawuf.
    Banyak pesan moral yang dilantunkan oleh penyanyi indang demikian. Kesenian ini punya grup, dan tentunya pakai banyak pemain. Hilangnya kesenian itu dari peredaran, karena tidak adanya biaya operasional untuk tukang indang. Grup ini tumbuh sendiri. Kalaupun ada saat ini kesenian indang, hanya sebagian kecil saja. Bahkan, mencarinya sudah terbilang susah.
    Dalam rangka menumbuh-kembangkan hal demikian, selama delapan hari belakangan, masyarakat Lubuak Napa, Nagari Batukalang, Kecamatan Padang Sago menggelar acara itu. Disamping memeriahkan susana lebaran, acara yang diadakan bersama perantau kampung itu, juga sekalian menyambut HUT RI yang ke-68.
    Para perantau yang berasal dari berbagai daerah tampak hadir bersama. Maklum, masyarakat Padang Sago, Kabupaten Padang Pariaman itu terkenal dengan banyak yang tinggal dirantau orang. Ada yang dari sejumlah daerah di Sumatra hingga pulau Jawa sekalipun. Tak ketinggalan pula niniak mamak, tokoh masyarakat, dan pemuda kampung itu juga larut dalam pembauran tersebut.
    Menurut Asmnuli, panitia acara sekaligus perantau kampung itu, sudah 17 tahun tak diadakan indang di Batukalang ini. "Zaman dulu, wakatu awak ketek dulu, hampir tiap sebentar diadakan indang dalam alek nagari. Kalau musim indang lambuang, itu pengunjungnya ramai. Sebab, dimulai agak cepat. Asyiknya indang itu, ketika yang satu grup saling sindir menyindir, lalu dibalas pula oleh grup yang tampil berikutnya, dengan pantun yang tidak kalah serunya," kata dia.
    Dia menyebutkan, selama acara terkumpul dana bersih sebanyak Rp5 juta. Dan uang itu digunakan untuk kepentingan umum dalam nagari. Bersama perantau lainnya, Asmuli ingin sekali acara indang diagendakan tiap tahun. Banyak yang bisa dijadikan pelajaran dalam acara itu. Apalagi, indang pernah punya nama di Padang Pariaman ini dulunya, yang mesti dikembangkan kembali sebagai keutuhan tradisi dan kesenian adat yang bernuansa agama juga. Kemudian juga untuk meningkatkan pembangunan dalam nagari.
    Selama delapan malam itu, 12 grup indang dalam lingkungan VII Koto Sungai Sariak, seperti indang Sungai Sariak, Tandikek, Ulakan, Paladangan, Kabupaten Agam serta indang lainnya dihadirkan untuk memeriah acara, yang sekalian pulang basamo demikian. (damanhuri)

Sabtu, 10 Agustus 2013

Bagindo Rosman Diminta Duduk Kembali Oleh Konstituennya

Bagindo Rosman Diminta Duduk Kembali Oleh Konstituennya

Ketaping---Bagindo Rosman dikenal sebagai anggota DPRD Padang Pariaman paling vokal. Meskipun dia hanya satu kursi di dewan, suaranya selalu mewarnai setiap kali acara rapat-rapat dilembaga wakil rakyat tersebut. Untuk Pemilu yang akan datang, anggota Fraksi Bersatu ini sepertinya diinginkan lagi untuk duduk oleh masyarakat konstituennya. Itu terjadi, tentu banyak sudah yang dia lakukan untuk kemaslahatan masyarakat yang diwakilinya.
    Minggu malam lalu, Bupati Padang Pariaman, H. Ali Mukhni saat memimpin TSR khusus di Pauah, Nagari Ketaping, kampung asalnya Rosman, mendukung mantan Kepala Desa Ketaping Tengah ini untuk bisa kembali duduk di wakil rakyat daerah demikian. Bupati mengaku sering ditantang dalam artian positif oleh Rosman dalam rapat bersama antara eksekutif dengan legislatif.
    "Sering dia manapuak meja dihadapan saya. Tetapi, yang dia perjuangkan itu saya lihat banyak kepentingan masyarakat Ketaping, dan Dapil IV pada umumnya. Dan saya yakin pula, meskipun partainya sudah berpindah dari PPRN ke PAN, lantaran PPRN tak bisa ikut pesta demokrasi, untuk Pemilu 2014 insya Allah Rosman akan kembali duduk," kata Ali Mukhni.
    Dukungan yang sama juga dilontarkan M. Jali Sadana Tuanku Sinaro Mangkuto, yang malam itu bertindak sebagai penceramah pada Nuzul Quran tersebut. "Memang perkembangan di Ketaping akhir-akhir ini cukup luar biasa. Dulu, jalan ke masjid ini saja masih berkelam-kelam. Kini, lampu penerang di jalan saja terang pula pada dalam supermarket. Ini tentunya kepintaran Rosman, selaku ketua pengurus masjid ini," kata pendakwah kondang ini.
    "Dari pada mendukung orang yang belum jelas makan tangannya, lebih baik memberikan dukungan kepada orang yang sudah pandai, dan pengabdiannya ke kitapun telah banyak dirasakan. Dan perlu pula diketahui, bahwa menjadi anggota dewan yang merakyat seperti Rosman ini, tidak banyak orangnya," ujar dia lagi.
    Bagi Rosman yang secara resmi telah mengundurkan diri dari DPRD lantaran pindah partai itu, soal duduk atau tidak nantinya adalah retak tangan dan nasib dari seorang caleg saat ini. Ketua DPD PPRN ini pun pindah ke partai pimpinan Hatta Rajasa tersebut setelah mendapatkan restu dari induk semangnya, Ketua Umum DPP PPRN, Amelia A Yani.
    Dia mengaku, apa yang diperjuangkannya untuk kampung halamannya dinilai belum seberapa. Masih banyak yang belum. Jadi untuk kesempurnaan hal itu, tentu diperjuangkan lagi di jalur wakil rakyat. (damanhuri)

Senin, 05 Agustus 2013

Tinggal Dalam Pondok tak Layak Huni Penyakit Kusta Menyerang Pula

Tinggal Dalam Pondok tak Layak Huni Penyakit Kusta Menyerang Pula

Lubuak Pandan-- Andon, seorang janda berusia 45 tahun, terpaksa melewati hari-harinya dengan penuh derita. Warga Korong Kiambang, Kenagarian Lubuak Pandan, Kecamatan 2x11 Enam Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman ini mengalami penyakit kusta. Tidak sendirian; Liza, putrinya yang berusia 11 tahun juga menderita penyakit yang sama.
    Upaya pengobatan pun telah dilakukan pihak Puskesmas Kampuang Guci. Namun, upaya itu akan membutuhkan waktu lama, bisa mencapai 12 bulan atau mungkin lebih lama lagi. Sebab, penyakit yang menerpa Andon dan Liza sudah sangat kronis. Di sisi lain, janda dengan enam anak ini hidup sangat miskin pula.
    Pimpinan Puskesmas Kampuang Guci melalui Petugas Pengelola Penyakit Kusta, Yossi Lidyani, menyatakan upaya maksimal untuk mengobati pasien terus dilakukan dan tanpa dipungut biaya. Akan tetapi, pengobatan akan sia-sia jika pasien tidak mendapatkan makanan dengan asupan gizi yang cukup. Agar pengobatan bisa efektif, pasien membutuhkan bantuan berkelanjutan untuk membiayai kebutuhannya sehari-hari dengan kadar gizi layak. Ini dimaksudkan supaya mereka memiliki daya tahan tubuh yang memadai untuk memproses pengobatan. Selain itu, rumah tempat tinggal keluarga ini juga harus diperbaiki agar menjadi layak huni.
    Tak hanya berdua Liza, rumah pondok itu juga dihuni empat anak Andon yang lain. Dua diantaranya masih belum sekolah. Sedangkan anakny yang nomor dua sedang hamil pula. Andon, janda tanpa penghasilan yang jelas itu ditinggal pergi suaminya delapan tahun yang silam.
“Ini masalah utama yang kami hadapi. Selain sangat miskin, pasien bermukim di rumah yang sangat tidak layak huni. Belum lagi tidak adanya dukungan sanitasi air bersih. Untuk keperluan minum, mandi dan mencuci, pasien bersama 17 keluarga yang tinggal dilokasi yang sama memanfaatkan air Sungai Batang Ulakan,” kata Yossi.
    Lokasi pemukiman Andon berada di atas tebing sungai. Untuk mencapainya bisa masuk dari depan SMPN 1 2x11 Enam Lingkung (SMPN Sicincin). Setelah menuruni tebing, memarkir kendaraan di pinggir sungai, lalu berjalan mendaki tebing, baru sampai ke rumahnya yang terkesan seperti bedeang. Ketika tim Puskesmas Kampuang Guci mengunjungi pemukiman itu, warga setempat juga memohon untuk memintakan bantuan kepada pemerintah agar membangun sarana atau fasilitas air bersih dilokasi mereka.
    Akan halnya Andon bersama putrinya, menurut Yossy, memiliki semangat tinggi untuk sembuh. Bahkan, untuk menjemput obat-obatan ke Puskesmas secara periodik, ia naik sepeda motor ojek untuk menempuh jarak 10 kilometer pergi dan pulang dengan ongkos Rp10 ribu. “Karena prihatin, kami dan teman-teman di Puskesmas secara bergiliran memberinya uang untuk sekadar pengganti ongkos ojek,” kata dia.
    Yossi menceritakan, pada zaman dahulu penyakit kusta adalah penyakit yang paling mengerikan. Penyakit ini bermula dengan bintil kecil yang kemudian bernanah. Lalu nanah tersebut keluar, bulu mata rontok, mata membelalak, tali suara di kerongkongan pun bengkak, suara menjadi parau serta nafas terengah-engah. Tangan dan kaki pun mulai berbintik dan bernanah. Bintik bernanah itu tumbuh terus tanpa pernah bisa kering. Lama-lama si penderita akan penuh dengan bintik-bintik yang agak besar.
    Penyakit kusta demikian bisa berlangsung selama sembilan tahun dan akan mengakibatkan kemunduran mental, bahkan pingsan tak sadar diri (atau koma) dan akhirnya si penderita bisa meninggal dunia. Penyakit kusta bisa juga dimulai dengan hilangnya rasa pada bagian tubuh tertentu. Hal itu berarti sistem saraflah yang terkena, sehingga ada otot-otot yang melemah. Namun, ada juga urat otot yang mengencang sehingga jari-jari tangan mencengkeram terus menerus. Lalu muncullah bintul-bintul pada tangan dan kaki. Kemudian disusul oleh lepasnya jari-jari tangan dan kaki tersebut dan pada akhirnya mungkin tangan dan kaki itu sendiri ikut lepas.
    Penyakit kusta macam ini bisa berlangsung selama 25-35 tahun. Keadaan itu memang sangat mengerikan. Sebab si penderita seolah-olah dibunuh sedikit demi sedikit. Keadaan tubuh penderita penyakit kusta cukup menyedihkan. Bahkan, ada hal lain yang menambah kesedihan itu. Penyakit kusta itu seirng dianggap sebagai orang yang sebenarnya sudah mati. Penyakit kusta itu tidak menghinggapi kulit saja. Anggota tubuh yang lain menjadi lari dan tidak merasa sakit, tulang-tulang menjadi salah bentuk. Dengan demikian tidak disebut gejala-gejala yang terpenting dari penyakit kusta itu sendiri.
    Tidak seperti filariasis atau penyakit kaki gajah, penularan kusta berlangsung dalam waktu lama, sekitar lima tahun. Penularan terjadi akibat sentuhan yang berulang. Kalau hanya sekadar sekali dua kali menyentuh penderita tidak akan berakibat terjadi penularan. (damanhuri)

Lulus di Unri Lewat SBMPTN Untuk Mendaftar Ulang Terpaksa Orangtua Berhutang

Lulus di Unri Lewat SBMPTN
Untuk Mendaftar Ulang Terpaksa Orangtua Berhutang

V Koto Timur---Nelhayati ingin sekali sukses dalam dunia pendidikan. Dia merasa senang lantaran lulus di Unri lewat SBMPTN. Karunia ini tentu didapatkan karena sejak SD hingga SMA anak nomor satu dari empat bersaudara ini selalu juara satu dan dua. Sedihnya, sewaktu mendaftar ulang, terpaksa orangtuanya meminjam uang tetangga. Termasuk untuk biaya dia bersama orangtuanya ke Pekanbaru sana.
    Ayahnya, Syafarudin hanya seorang petani kampung biasa. Sedangkan ibunya, Patmawati seorang ibu rumah tangga, yang sumber kehidupan rumah tangganya sangat bergantung dari usaha tani yang dilakoni sang ayah. Nasib mujur menyambangi anak kelahiran 27 September 1995 ini yang selalu dapat pretasi gemilang selama dibangku sekolah.
    Meskipun dia tinggal di kampung tersuruk, tertinggal, Nelhayati punya hobi menulis, membaca, bernyanyi dan traveling. Cita-citanya sangat sederhana; sukses dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Cita-cita itu dia singkronkan dengan motto dalam hidupnya; dimana ada kemauan, disitu terbentang pula jalan yang luas. Siapa tahu, anak kampung Batang Piaman Katiak, Nagari Gunuang Padang Alai, Kecamatan V Koto Timur, Padang Pariaman ini menjadi orang hebat nantinya.
    Kemiskinan yang menyelimuti keluarganya, dia jadikan sebagai pelecut dalam menyemangati untuk terus menyelesaikan pendidikan. Dia pun bertekad untuk menjadikan dirinya sebagai sumber inspirasi bagi tiga orang adiknya. Sebab, kesuksesan dalam pendidikan akan menjadikan masa depan lebih gemilang. Untuk ini, sejak sekolah di SD N 10 Batang Piaman, perempuan jolong gadang ini sudah terbiasa dengan kesusahan.
    Dia tidak ingin gagal dalam meraih masa depan tersebut. Dengan iba hati, orangtuanya pun memberanikan diri untuk berhutang pada tetangganya saat mendaftar ulang beberapa waktu lalu. Bagi Nelhayati, kuliah di universitas kenamaan, termasuk keinginannya yang sangat tinggi dulunya sejak dibangku SMA N 1 V Koto Timur, di Limau Puruik.
    Nelhayati tidak bisa membayangkan, kapan hutang tersebut bisa terbayarkan oleh kedua orangtuanya. Sebagai seorang pelajar, dia hanya bisa berdoa, dan berterima kasih kepada ayah ibunya yang telah mau menyelamatkan masa depan kuliahnya pada langkah awal demikian. Awalnya, saat diterima oleh unirversitas kenamaan di Kota Pekanbaru itu, dia ragu-ragu, lantaran melihat kondisi kehidupan orangtuanya. Tetapi, niat untuk kuliah amatlah tinggi. Dapat pula SBMPTN, tentu senang bercampur sedih ditambah galau berkecamuk dalam pikirannya. (damanhuri)    

Melihat Pesona Lubuak Nyarai, Wisata Alam yang Masih Terpendam

Melihat Pesona Lubuak Nyarai, Wisata Alam yang Masih Terpendam

Lubuak Aluang---Nagari Lubuak Aluang, Kabupaten Padang Pariaman tidak hanya memiliki potensi perdagangan, jasa, pertanian, peternakan dan perkebunan saja. Tetapi nagari ini juga memiliki potensi wisata alam yang belum dikelola secara optimal. Salah satu dari potensi alam itu, adalah wisata alam Lubuak Nyarai. Nun jauh disana, bagian Timur Lubuak Aluang. Berada dipedalaman hutan Korong Salibutan.
    Berawal dari perbincangan tentang Lubuak Nyarai oleh sekelompok anak nagari yang peduli terhadap hal demikian. Mereka; Khairunnas, akrab disapa Pak Ung. Pria yang juga berstatus pegawai dilingkungan Pemkab Padang Pariaman, Ritno Kurniawan, ketua Karang Taruna; Jasman Jay, sekaligus anggota Sekber Pecinta Alam, Walinagari; Harry Subrata dan Sekretaris Bamus; Landi Efendi. Didapat kesepakatan untuk berkunjung Ke Lubuak Nyarai secara bersama dengan Camat Lubuak Aluang, H. Azminur untuk melihat potensi alam yang ada di sana. Perjalanan pun dimulai menjelang puasa lalu.
    Korong Salibutan, tempat Lubuak Nyarai demikian merupakan kampung yang dilingkari perbukitan. Bukit Barisan namanya. Kampung ini pun berbatasan langsung dengan Kabupaten Solok, dialiri pula oleh Sungai Batang Salibutan yang membelah korong tersebut. Di hutan perbukitan inilah Mendagri Gamawan Fauzi sewaktu jadi Bupati Kabupaten Solok dulu pernah tersesat dan ditemukan kembali. Beberapa Kelompok pecinta alam pernah berkunjung ke Lubuak Nyarai ini.
    Jasman Jay, Ketua Karang Taruna Nagari Lubuak Aluang bersama rombongan akhir Juni lalu melakukan penjajakan terhadap Lubuak Nyarai itu. Dalam rombongan juga ikut Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, M. Fadly, Kepala Kesbangpol, Indra Utama. Berangkat dari Pasar Lubuak Aluang menggunakan tiga unit mobil. Tentunya, karena lokasi akan ditempuh nantinya dengan berjalan kaki yang cukup jauh, rombongan membawa bekal makanan. Dari Lubuak Aluang ke Salibutan ditempuh sekitar 15 kilometer.
    Sesampai di Salibutan, rombongan di sambut tiga orang guide yang akan mendampingi selama dalam perjalanan ke Lubuak Nyarai. Setelah melakukan briefing di posko utama, rombongan mulai berangkat dengan berjalan kaki. Perjalanan menyusuri perbukitan dan sungai, kemudian melewati beberapa petak sawah, menaiki perbukitan dengan hutan yang cukup lebat. Disinalah serunya perjalanan. Dimulai dengan menaiki perbukitan dan menuruni lembah. Keadaan jalan yang cukup sempit dan sedikit terjal. Selama dalam perjalanan, rombongan bertemu sekelompok simpai, sejenis kera warna kuning keemasan yang merupakan satwa yang dilindungi. Binatang itu seolah-olah menyapa dan mengucapkan selamat datang di Rimbo Salibutan kepada rombongan. Perjalanan diteruskan dengan diiringi suara khas satwa hutan lindung. Dan dibawah perbukitan terdengar suara riak sungai yang menambah syahdunya suasana perjalanan.
    Landi Efendi, salah seorang anggota rombongan menceritakan, ada beberapa lubuak yang ditemui sebelum sampai di Lubuak Nyarai. Diantaranya Lubuak Ngungun, Lubuak Sampik, Lubuak Panjang, Lubuak Batu Tuduang dan Lubuak Batu Pacah. Diantara Lubuak tersebut ada lubuak yang unik bentuknya, yaitu Lubuak Batu Tuduang. Disana ada batu besar yang bentuknya mirip sekali dengan sebuah baret. "Sebelum sampai ke Lubuak Nyarai kami menyeberangi sungai yang tidak jauh dari Lubuak Pacah. Yang menarik disana, ada pekuburan yang menurut cerita penduduk Salibutan merupakan kuburan pejuang dimasa penjajahan dulunya," kata dia.
    Perjalanan pun dilanjutkan disela-sela batang pohon yang begitu besar dan masih perawan yang dilindungi tentunya. Hingga akhirnya setelah menempuh perjalan dengan jalan kaki sekitar dua jam, rombongan melihat Lubuak Nyarai dari kejauhan dengan jarak pandang kurang lebih 100 meter yang diapit oleh dua buah batu besar, tampak seperti gapura yang mengapit Lubuak Nyarai tersebut. Terlihat wajah puas dan sumringah dari rombongan setelah sampai di lokasi. Perasaan letih yang mendera selama perjalanan, seakan sirna dan terobati dengan melihat indahnya pemandangan Lubuak Nyarai, yang diatasnya terdapat air terjun kecil dengan airnya yang sangat jernih bahkan melebihi jernihnya air mineral.
    Rombongan pun istirahat sambil makan siang. Usai makan, tanpa basa-basi dan tanpa ada yang mengomandoi peserta pun langsung terjun ke dalam lubuak. Tampak ikan yang ada dalam lubuak sangat jinak sekali. Dua orang guide menyelam kedasar lubuak untuk menangkap ikan dengan cara ditembak. Terbayang ikan bakar yang lezat dari hasil ikan tangkapan segar nantinya. Berbagai aksi dari wahana alami di coba. Salah satunya bergantung diakar pohon besar yang tergayut diatas lubuak itu. Ada juga yang menaiki batu besar yang mengapit di sisi kanan dan kiri lubuak. Setelah tiga jam menikmati indahnya karya Allah Swt, rombongan pun memutuskan untuk balik kembali ke posko utama. Sebenarnya diantara peserta perjalanan masih berat hati untuk pulang. Tetapi karena waktu beranjak sore dan gelap, rombongan melanjutkan perjalanan pulang. Berbagai kesan indah yang dirasakan selama perjalanan dan ingin suatu saat kembali lagi kesana.
    Dari perjalanan ini besar harapan masyarakat, agar Lubuak Nyarai dapat dikembangkan dan dikelola lebih baik lagi, untuk meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Ada beberapa fasilitas yang harus dibenahi. Salah satunya membangun jembatan di Lubuak Sampik agar kendaraan roda dua dan empat dapat masuk kedalam hutan, yang tentunya akan mempersingkat waktu perjalanan. Dibutuhkan kerjasama dari semua pihak, mulai dari masyarakat hingga pemerintah untuk mengembangkan lokasi tersebut dengan tetap mempertahankan keaslian dan keasrian Lubuak Nyarai itu sendiri. (damanhuri)