wartawan singgalang

Sabtu, 29 September 2012

Dinas Kesehatan Diminta Proaktif Beti Gusneli yang Stroke Dapat Bantuan

Dinas Kesehatan Diminta Proaktif
Beti Gusneli yang Stroke Dapat Bantuan

Lubuk Alung---Rasa haru bercampur gembira tampak bersarang di wajah Bastinur (72). Anaknya, Beti Gusneli (40) yang sudah tiga bulan tergolek diatas tempat tidurnya akibat stroke berat yang menyerangnya, Kamis (27/9) didatangi langsung oleh Ketua Tim Penggerak PKK Padang Pariaman, Hj. Rena Ali Mukhni. Tidak sekedar datang, istri orang nomor satu di daerah itu juga menyerahkan bantuan Pemkab berupa uang tunai Rp1,5 juta.
    Kedatangan Rena Ali Mukhni bersama sejumlah pengurus PKK lainnya itu kekediaman Beti Gusneli di Sungai Abang, Lubuk Alung juga diiringi oleh Staf Ahli Bupati Bidang SDM dan Kemasyarakatan, Yuniswan, H. Yusmanda. Mereka merasa terenyuh setelah membaca parasaian Bastinur yang diberitakan Singgalang, Selasa lalu. Disamping menyerahkan bantuan uang demikian, sekalian juga bantuan intensif lainnya, berupa beras, sarden, indomie serta keperluan dapur lainnya.
    Bagi Bastinur yang selama ini bergelut dengan kesusahan, mendayung biduk kehidupan sendirian, setelah ditinggal pergi suaminya, mengemasi anak yang stroke pula, tentu kehadiran Ketua Tim Penggerak PKK yang sekalian memberikan bantuan itu akan sangat berarti sekali. Pada waktu bersamaan, Sekcam Lubuk Alung, Irawadi, Walinagari Harry Subarat, Ketua LPM, Bagindo Ruswan Tanjung juga ikut menyambut kedatangan istri bupati tersebut.
    "Kita ikut prihantin melihat kondisi Beti Gusneli yang mengidap penyakit stroke. Bantuan yang kita berikan ala kadarnya itu cuma sebagai bantuan intensif. Kita minta kepada Dinas Kesehatan dan Puskesmas Lubuk Alung, untuk bisa memfasilitasi pengobatan Beti Gusneli yang memang susah membiayai pengobatan," kata Rena Ali Mukhni.
    Rena Ali Mukhni juga minta kepada pemerintahan kecamatan dan nagari agar selalu memperhatikan keadaan warganya, memberikan laporan secara cepat ketika hal-hal yang membuat masyarakat susah itu. Apalagi informasi ditengah masyarakat kayak gini, harus cepat diantisipasi. "Jangan biarkan masyarakat merintih kesakitan akibat ketidak-adaan biaya berobat. Pemkab Padang Pariaman terus berupaya, bagaimana semua masyarakat bisa menikmati kesehatan dengan baik dan sempurna," ujar dia lagi.
    Sembari mengucapkan terima kasih kepada Rena Ali Mukhni, Bastinur pun menceritakan kesusahannya dalam merawat anaknya yang sakit stroke, dimana dia tak lagi bisa berbuat banyak untuk mendapat uang yang selama ini dilakoninya. "ndak ado awak karajo doh lai buk. Hanya sibuk dengan menemani anak yang sakit. Ditambah pula anaknya Beti Gusneli yang paling kecil sakit pulo," ujarnya.
    Bagi Bastinur, bantuan yang diberikan oleh orang penting di Padang Pariaman itu sangat berarti sekali. Bagaikan pucuak dicinto, ulam pun tibo. Sumua digali, air pun datang. Ditengah susahnya dia mencari jalan keluar dari berbagai kesulitan hidup, datang bantuan. "Terima kasih banyak buk," ungkapnya haru. (damanhuri)

Senin, 24 September 2012

Awak tak Kuat, Anak Stroke Pula

Awak tak Kuat, Anak Stroke Pula

Lubuk Alung---Beti Gusneli (40) sudah tiga bulan tergolek diatas tempat tidurnya. Ibu tiga anak itu mengalami penyakit stroke yang sangat berat. Seluruh tubuhnya sangat sakit ketika digarikkan. Dia hanya bisa menangis, dan tak lagi pandai bicara. Sedihnya, Beti Gusneli setiap harinya diberisin oleh ibuya yang sudah tua pula, Bastinur (72). Penyakit penakutkan banyak orang itu telah cukup lama menyerang Beti. Namun, yang paling parah itu kondisinya dalam tiga bulan terakhir ini.
    Sebagai keluarga miskin, Bastinur tak kuat untuk berbuat banyak kepada anaknya itu. Apalagi, sejak Beti Gusneli sakit, Bastinur tak lagi membuat karupuak ubi, yang selama ini ditekuninya untuk keperluan biaya hidupnya, lantaran kesibukkan mengemasi anaknya yang sakit berat. Sedangkan Awal Agus (42), suami Beti Gusneli hanya seorang buruh kasar di salah satu gudang batubata di Pasie Laweh Lubuk Alung.
    Setiap hari Awal Agus bolak balik-balik dari rumahnya, di Sungai Abang, Lubuk Alung ke Pasie Laweh. Dia buat batubata, sesuai permintaan induk semangnya. Semakin banyak batubata yang dia buat, semakin banyak pula pitih yang dia dapatkan. Namun, akhir-akhir ini permintaan akan batubata semakin berkurang, sehingga tukang cetaknya pun tak bisa banyak kerja. Paling banyak itu penghasilan Awal Agus Rp60 ribu sehari. Itupun kalau lagi musim cetak banyak.
    "Alah tigo rumah sakik yang dituruik. Ke rumah sakit tentara dan M. Djamil di Padang dan ke Pariaman. Tapi belum cegak. Saat itu dibawa kerumah sakit, karena ada orang lain yang mengasih uang. Kalau tidak begitu tak kuat untuk berobat kerumah sakit. Kini, penyakitnya hanya diobati dengan diurut oleh orang pintar, yang datang kerumah," cerita Bastinur saat Singgalang mendatangi rumahnya bersama Walinagari Lubuk Alung, Harry Subrata, Minggu kemarin.
    Dulu, Bastinur punya penghasilan yang cukup lumayan. Ada sekitar Rp100 ribu uang kemasukkannya dalam sepekan dari hasil penjualan karupuak balado, yang dia buat setiap harinya. "Ndak kuat lagi nak untuk mengobatinya. Suaminya pun tak punya banyak pitih untuk itu. Sedangkan, anak Beti Gusneli yang kecil juga mengalami sakit step," ujar Bastinur lagi.
    Sejak tiga bulan belakangan, Bastinur yang telah tua usia itu hanya banyak bergelut dengan menyuapi makan dan minum akannya yang tak tak pandai lagi berjalan itu. Lebih dari itu, kotoran yang keluar dari bandannya pun harus dibersihkan. Sedih memang. Dia ingin sekali anaknya itu cepat sembuh, dan bisa kembali beraktivitas seperti sediakala. Apalagi ketiga anaknya masih kecil-kecil, yang butuh bimbingan orangtua. Segala usaha, sebatas kemapuan sebagai orang kampung miskin telah dilakukan kesana-kemari mencari obat. Namun, kesembuhan masih belum berpihak kepadanya.
    Manakala ada orang kampung lainnya yang iba terhadap keluarga itu, dibantulah pengobatan Beti Gusneli. Bagi Bastinur, bantuan dari orang lain itu sangat besar sekali artinya, karena dia orang yang tak punya. Dari lima putra-putrinya hanya dua orang yang tinggal dikampung. Disamping, Beti Gusneli yang sakit stroke, ada lagi seorang kakak Beti yang tinggal dikampung istrinya. Bastinur adalah seorang ibu janda, yang telah ditinggal suaminya yang meninggal sejak beberapa tahun yang silam.
    Bastinur pun bagaikan mengayuh biduk kehidupan ditengah gelombang besar, ditambah pendayungnya yang patah pula. Tiap hari dia berusaha, berdoa bagaimana anak perempuannya itu bisa sembuh. (damanhuri)

Kamis, 13 September 2012

Permintaan Susu Kambing Etawa yang tak Terpenuhi

Permintaan Susu Kambing Etawa yang tak Terpenuhi

Patamuan---Nizam (35) ingin menjadikan Bukit Gadang sebagai sentra pengembangan ternak kambing. Kini, kampung kecil yang terletak di Nagari Tandikek, Kecamatan Patamuan, Padang Pariaman itu telah diisi dengan berbagai jenis kambing, dengan luas lahan pengembalaan sekitar 30 hektare. Ada 400 ekor kambing dari berbagai jenis yang dikelolanya saat ini.
    Dia mengembangkan kambing jenis Peranakan Etawa (PE), Boer, Merino, Jawaran, Kambing Kacang Lokal dan Kacang Lembayung. Usaha pengembangan dan perternakan kambing itu telah dimulainya sejak tahun 2007 silam. Dari sekian banyak kambing etawa yang dikelolanya, mampu mengeluarkan susu sedikitnya 10 liter sehari.
    "Permintaan akan susu kambing etawa ini tidak terpenuhi. Saat ini saja para pembeli datang langsung kerumah. Susu kambing itu setiap pagi diperah. Dan itu berlaku bagi kambing etawa yang telah dipisahkan dari induknya, dan berumur sekitar dua bulan. Susu kambing itu diminum mentah dan mempunyai banyak kasiat," cerita Nizam saat bertemu Singgalang, Rabu lalu.
    Diantara kasiatnya, mampu menyembuhkan persoalan penyakit yang berhubungan dengan metabulisme atau pencernaan, mengobati asma, TBC, mencegah pertumbuhan kanker, mengobati reproduksi perempuan, kecantikan kulit dan wajah, serta mampu meningkatkan daya tahan tubuh.
    Dari mengelola sebanyak itu jenis kambing, bapak empat orang putra-putri ini mempekerjakan 12 orang karyawan. Semua karyawannya orang Jawa. Digaji Rp1,5 juta sebulan setiap karyawan itu. Kambing dikelola dengan sistem kurungan dan gembala. "Disamping tersedia susu kambing etawa, kita juga menyediakan kambing ternak, kambing aqiqah, dan lain sebagainya. Namun, yang paling menarik itu, tingginya permintaan terhadap susu kambing etawa, yang masih sulit untuk dipenuhi, karena keterbatasan jenis kambing demikian," sebutnya.
    Susu kambing etawa itu dia jual Rp40 ribu seliternya. Usaha itulah yang membuat dia bersama keluarganya bisa enjoy. Apalagi permintaan akan susu semakin meningkat terus. Bagi Nizam, mengelola kambing harus banyak sabar dan tabah, dan tentunya telaten, sehingga binatang itu bisa berkembang dengan pesatnya. Disamping dikasih tanaman hijau, kambingnya juga diberikan kosentrat. Paling tidak dua kilogram kosentrat sehari yang dibutuhkan.
    Sedangkan untuk mencari tanaman hijau, Nizam bersama anak buahnya tidak merasa kesulitan. Disamping lahan pengembalaan yang dia sediakan cukup luas, juga dilahan lainnya, dimana rumput masih dianggap tanaman yang tak membawa manfaat banyak oleh masyarakat kampung itu. Itulah yang dimanfaatkannya untuk menghidupi kambing yang sebanyak itu.
    "Disamping di Bukit Gadang, Lubuak Aro, sebagian kandang kambing ditempatkan dilokasi rumahnya, Puncuang Anam, Tandikek. Seperti kambing etawa ini kandangnya di khususnya dirumah. Sedangkan kambing jenis lainnya ditempatkan di Bukit Gadang demikian," ungkapnya. (damanhuri)

Rabu, 12 September 2012

Menjadikan Masjid Raya Toboh Gadang Sebagai Kekuatan Syarak dan Adat

Menjadikan Masjid Raya Toboh Gadang Sebagai Kekuatan Syarak dan Adat

Toboh Gadang---Keberadaan Masjid Raya Toboh Gadang tidak sekedar simbol kekuatan agama ditengah masyarakat nagari setempat. Tetapi, lebih dari itu, juga simbol dari kekuatan adat istiadat yang berlaku di salingka nagari itu sendiri. Tak heran, di masjid itu ada mufti, imam, khatib, bilal, garin dan labai, yang merupakan perpaduan antara kekuatan syarak (agama) dan adat.
    "Imam dan khatib merupakan induk semangnya labai. Di Nagari Toboh Gadang, Padang Pariaman ini ada 20 labai. Semua labai itu harus tunduk dan patuh kepada imam dan khatib demikian. Seorang yang memangku jabatan imam nagari, adalah orang pilihan. Kalau di Toboh Gadang, mereka yang berasal dari Ampek Lareh, dan khatib dari Duo Lareh," cerita Syafri Tuanku Imam Sutan Sari Alam.
    Masjid Raya Toboh Gadang terbilang masjid yang paling tua di nagari itu. Pertama kali dibangun pada 1930 atau 70 tahun yang silam. Pada awal dibangun, masjid itu masih memakai atap rumbia dengan ukuran 17 x 15 meter. "Kini, setelah dirombak, masjid itu dibangun dengan ukuran 20 x 22 meter. Ini tentunya, sekaitan semakin bertambah banyak dan berkembangnya masyarakat nagari itu sendiri," kata Tuanku Imam Nagari Toboh Gadang ini.
    Dulu, ulama yang menjadi mufti nagari pada umumnya berdiam dan mengajar di masjid tersebut. Sebut saja pada zamannya Syekh Tuanku Sutan Jangguik, Syekh Busin Tuanku Tuo Sikaladi. Itu mereka mengajar siang dan malam dulunya. Disamping juga menghidupkan suasana agamais di masjid. Namun, akhir-akhir ini, masjid berfungsi hanya pada musiman. Mulai dari musiman Jumat, acara maulid, peringatan israk mikraj setiap tahunnya. Dan lagi, keberadaan masjid semakin bertambah pula ditempat lainnya di Toboh Gadang itu.
    Sekaitan masjid demikian yang pertama kali dibangun, maka kampungnya pun dibuat dengan nama Korong Toboh Masjid. Besar kemungkinan, sebelum kampung itu dihuni banyak orang, masjid itulah yang pertama kali dibuat oleh pembuat nagari.
    Syafri melihat, pergeseran yang terjadi akibat perubahan zaman, membuat aktivitas masjid pun mengalami kemunduran. Namun demikian, intinya masjid sebagai kekuatan adat dan agama masih tetap kental dan kuat. Buktinya, lihatlah pada bulan maulid, dimana perayaan peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW itu sangat meriah dan paling besar dilakukan di Masjid Raya Toboh Gadang ini. Tersebab itu pulalah pergantian imam, khatib, mufti dan lain sebagainya dilakukan pada saat yang sedang menjabat mengakhiri hidupnya.
    "Disamping mendalami ilmu agama, mulai dari ilmu syariat, thariqat, hakikat dan ilmu makrifat, di masjid itu dulunya juga dipejari ilmu kesenian bela diri. Mulai dari ilmu silek, ilmu petatah-petitih. Nah, ilmu itu pada umunya dipelajari dimalam hari. Surau Puduang tempatnya. Dibangun disebelah masjid. Dulu, boleh dikatakan tak ada anak nagari yang tak pandai mengaji dan bersilek. Sebelum mereka pergi jauh merantau, terlebih dahulu dibekali dengan ilmu jiwa dan agama dimaksud, agar keutuhan jiwa dan semangatnya dalam mengarungi bahtera kehidupan tak mudah digoyahkan oleh berbagai gelombang hidup yang semakin keras," ungkapnya.
    Saat ini, lanjut Syafri, masjid yang menjadi kebanggaan rang Toboh Gadang itu masih dalam tahapan penyelesaian pembangunannya kembali pascagempa kahir 2009 silam. Butuh bantuan dari berbagai pihak, termasuk dari perantau kampung itu yang banyak berserakkan diberbagai daerah di nusantara ini. Selaku orang yang ditetapkan sebagai imam nagari, Syafri ingin menjadikan masjid itu sebagai simbol kekuatan nagari itu sendiri.
    "Semua komponen yang bertugas, baik yang dibidang adat, maupun dibidang agama menguatkan perannya masing-masing, sehingga anak nagari bisa dibina dengan baik. Diberi pengetahuan agama dan adat, sebagai bekal dirinya dalam menghadapi dunia dan akhirat," katanya. (damanhuri)