wartawan singgalang

Selasa, 29 November 2011

Cerita Dibalik Longsor Gantiang Awak Kapai Marantau lai Nduak

Cerita Dibalik Longsor Gantiang
Awak Kapai Marantau lai Nduak

Lubuk Alung--Razali, 60, dan Sariawan, 55, menangis. Hatinya iba dan meris sekali. Pondok darurat yang didiaminya di Gantiang, Koto Buruak, Kenagarian Lubuk Alung, Padang Pariaman yang terkena longsor Senin pagi kemarin, yang merenggut nyawa anak dan cucunya, Ratna Irawati dan Susi Fitriani langsung didatangi Wakil Gubernur Sumatra Barat, H. Muslim Kasim Datuak Sinaro Basa dan Bupati, H. Ali Mukhni, Selasa (29/11).
    Pasangan dengan enam orang anak itu merasa terpukul atas musibah yang menimpa rumahnya. Apalagi, korban adalah anak sulunya, yang baru saja ditinggal suaminya. Razali termasuk keluarga miskin. Dia terlalu berani membuat rumah dikawasan yang sangat membahayakan, lantaran tidak adalagi tanah dia pada lokasi lain. Hanya satu-satunya rumah dia dilokasi demikian. Sariawan, sang ibu korban menceritakan, pada hari Minggu menjelang kejadian, sang cucunya, Fitriani, 4, sempat bertengkar dengan anaknya yang paling kecil yang juga sama besar dengan cucunya itu.
    "Ambo kapai marantaulai nduak. Sebab, dia kepada mandenya itu selalu panggil induak atau ibu. Barangkali itulah firasat seorang bocah kecil ketika akan menemui ajalnya. Ternyata memang benar. Longsoran yang ikut mengenai kami serumah telah memisahkan kehidupan kami bersama anak dan cucuk demikian," kata Sariawan sedih.
    Menurut Sariawan, hampir seharian pada Minggu tersebut, kedua anak dan cucunya itu ribut. Maklum sajalah anak-anak. Tapi, ribut yang mereka lakukan sehari karena tidak bisa keluar rumah lantaran hujan, sungguh diluar kebiasaannya selama ini. "Sebelumnya tak pernah terjadi itu. Bahkan, keluar kata-kata yang membuat orangtua dan kami seisi rumah ini bertanya-tanya. Rupanya, pagi Senin jawaban dari kata-kata kapai marantau itu langsung diwujudkan oleh Yang Maha Kuasa," ungkapnya. Longsor merenggut nyawa mereka.
    Kini, pasangan keluarga Razali dan Sariawan itu tampak sedih dan murung. Belum sempat dia makan sejak kejadian peristiwa yang cukup naas demikian. Barang yang bisa diselamatkannya dari bekas rumah yang roboh akibat longsor itu telah dipindahkan ke sebuah pondok, yang dia bangun berdekatan dengan rumah itu. Tapi pondok yang direncakan untuk sebuah kedai, karena terletak pada tepi jalan lingkar tersebut, belum punya dinding. Baru saja selesai dipasang atap. Dan untuk sekedar duduk sudah bisa.
    Tampak dipondok penampungan itu kain-kain bertaburan. Semuanya sedang dijemur, lantaran habis kena tanah longsoran. Kedatangan Muslim Kasim dan Ali Mukhni bagaikan sitawa sidingin bagi Razali dan Sariawan. Apalagi mereka akan dibantu sebuah rumah senilai Rp25 juta. Bantuan berupa rumah itu langsung disampaikan Wagub Muslim Kasim. Katanya, Pemrov membantu Rp15 juta dan Pemkab Padang Pariaman Rp10 juta.
    Bagi orang kampung yang hidup miskin seperti Razali dan Sariawan, bantuan seperti demikian sangat besar sekali artinya. Air matanya mengalir, ketika bantuan itu diucapkan langsung oleh kedua pemimpin tersebut. "Alhamdulillah, semoga kita dapat tinggal ditempat yang layak, dan bisa senang dengan keluarga. Terima kasih pak wagub, terima kasih pak bupati," kata Razali kepada Singgalang. (damanhuri)
-------------------------------------------------------------------
Longsor Gantiang Koto Buruak
Ratna Irawati dan Susi Fitriani Tewas

Lubuk Alung, Singgalang
    Hujan lebat yang mengguyur Padang Pariaman sejak Minggu (27/11) semalaman menyebabkan terjadinya longsor di Gantiang, Korong Koto Buruak, Lubuk Alung. Longsor yang menimpa kediaman Ratna Irawati, 29, seorang ibu rumahtangga itu sekaligus merenggut nyawa dia dan seorang anaknya, Susi Fitriani, 4,. Longsor yang terjadi Senin pagi kemarin, membuat Lubuk Alung jadi gempar.
    Walinagari Lubuk Alung, Harry Subrata bersama sejumlah perangkatnya langsung turun kelokasi kejadian. Tampak keluarga korban penuh dengan rasa duka yang sangat mendalam. Sebelum korban dinyatakan meninggal, masyarakat sempat membawa mereka ke Puskesmas Lubuk Alung. Tapi apa boleh buat, Tuhan berkehendak lain. Nyawa ibu janda dan seorang anaknya itu tak lagi bisa diselamatkan dari amukan longsor demikian.
    Menurut Harry Subrata, sekitar pukul 05.00 WIB, terdengarlah suara bunyi gemuruh yang sangat hebat. Bunyi yang cukup keras dan menyentakkan banyak orang yang sedang tertidur pulas itu, rupanya sejumlah pohon kayu tumbang yang disertai longsoran menimpa rumah orangtua Ratna Irawati. Didalam rumah itu semalam ada enam orang yang tidur. Empat anggota keluarga sempat melarikan diri.
    Sementara, korban betul-betul tidur pulas bersama pangkuan anak semata wayangnya. "Nyawa korban yang rumahnya berdekatan dengan jalan lingkar itu tidak lagi bisa diselamatkan. Kita ikut merasakan duka yang dialami keluarga korban. Semoga, keluarganya tabah menerima cobaan ini," harap Harry Subrata.
    Disamping itu, MAN Lubuk Alung yang terletak di pinggir Sungai Batang Tapakis, Senin kemarin diliburkan. Aktivitas belajar mengajar tak dapat dilangsungkan, karena sejumlah lokal dipenuhi air bah yang datang melanda sejak dini hari. Kepala sekolah bersama sejumlah guru, tampak mengarahkan anak-anaknya untuk membersihkan genangan air. Termasuk juga lumpur yang disebabkan oleh air yang datang demikian.
    Sementara, puluhan rumah di Surantih, Koto Buruak, Lubuk Alung dilaporkan terendam air. Para penghuni rumah untuk sementara mengungsi keluar rumah. Ada sejumlah rumah dalam kampung itu yang nampak hanya atap rumahnya saja lagi. Sementara, bagian dalam rumah telah dipenuhi air. Masyarakat Lubuk Alung menilai, banjir yang terjadi kali ini cukup besar. Luapan sungai Batang Anai telah menimbulkan berbagai dampak kerugian yang tak sedikit. Mulai dari kediaman warga, lahan pertanian, hingga longsor yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.    
    Di Kenagarian Sintuak, Kecamatan Sintuak Toboh Gadang dilaporkan, puluhan hektare sawah masyarakat dilanyau banjir. Luapan Sungai Batang Tapakis itu juga menyebabkan rusaknya sejumlah lahan pertanian masyarakat setempat. (525)

Kamis, 24 November 2011

Sekolah Terbelakang Itu Meraih Prestasi Gemilang

Sekolah Terbelakang Itu Meraih Prestasi Gemilang

Lubuk Alung--Untuk mengukir sebuah prestasi sekolah, tak mesti ditempat yang ramai. Buktinya, SMPN 5 Kecamatan Lubuk Alung, yang terletak jauh dari pusat keramaian, bahkan dikampung tersuruk lagi, tetapi punya prestasi yang sangat gemilang pada saat Ujian Nasional (UN) kemarin. Dari 52 SMP yang ada di daerah bekas gempa itu, SMP yang terletak di Kenagarian Aie Tajun Lubuk Alung ini mampu meraih peringkat 10.
    Jon Hendri, sang Kepala sekolahnya merasa senang dan bangga sekali, karena ditangannya bersama seluruh personil guru yang ada, sekolah ini menjadi catatan sejarah yang sangat baik. Dia tidak membayangkan sama sekali sebelumnya, kalau sekolah yang dia pimpin sejak beberapa bulan belakangan itu mampu meraih nilai yang cukup pantastis. SMP itu bukan termasuk SMP favorit dikawasan Lubuk Alung. Bahkan, belakangan sekolah demikian punya persoalan yang sangat rumit dengan si pemilik tanah yang menyerahkan tanahnya kepada pemerintah.
    Sampai saat ini, sekolah itu bagaikan sekolah tak berpenghuni. Halamannya dipenuhi rumput. Lobang menganga dipintu gerbangnya seakan tak boleh ditimbun, jalan menuju kesana juga tak bagus. Bahkan, ketika musim hujan, jalannya becet bagaikan kubangan kabau, sehingga tak satupun mobil yang bisa masuk halaman sekolah tersebut. Sebab, yang punya tanah dikabarkan melarang membangun apapun bentuk bangunan, sebelum janji pemerintah kepada yang punya tanah dikabulkan. Ada hitam diatas putih yang berisi janji, kalau sipemilik tanah akan dijadikan pegawai alias PNS, sebelum tanah itu diserahkan, yang selanjutnya dibangun sebuah lembaga pendidikan. Tapi hingga kini hal itu belum terkabul juga.
    Namun, berkat tangan dingin Jon Hendri bersama guru yang ada, perlahan sekolah yang semula susah dibangkitkan, lewat pendekatan persuasif dengan yang punya tanah, akhirnya para siswanya bisa belajar dengan tenang. "Alhamdulillah, kita mampu memberikan yang terbaik pada musim UN kali ini. Dari 649 SMP yang ada di Sumatra Barat, sekolah kita mampu menempati urutan ke 50. Ini sebuah presatsi yang sangat luar biasa," kata dia pada Singgalang, Sabtu (4/6).
    Jon Hendri yang didampingi Abdul Hadi Tuanku Rajo, guru agama dan Syamsul Badri, salah seorang pengawas yang membina langsung sekolah itu menyebutkan, disamping prestasi demkikian, sekolahnya juga meraih prestasi lainnya. Diantaranya, juara 1 lomba kriya (seni ukir) tingkat Padang Pariaman. Selanjutnya mewakili daerah itu pada Festival Lomba Sini Siswa Nasional (FLS2N) tingkat Sumbar, dengan mengikuti dua jenis lomba, seni kriya yang diikuti oleh Muhammad Syafri, dengan pelatihnya, Faizal Erizal, dan lomba desain batik, yang diikuti Resti Fauziah, dengan pelatihnya Geri Hendika.
    Untuk Kecamatan Lubuk Alung, kata Jon Hendri, hasil UN saat ini prestasi sekolahnya nomor satu. Nampaknya, Jon Hendri ingin memperlihatkan kepada banyak orang di Padang Pariaman, bahwa sekolah yang selama ini terkesampingkan, ternyata punya segudang briliyan. Dia mengaku senang, karena pada saat memulai tugas di sekolah itu, juga berbarengan dengan pemekaran Nagari Aie Tajun Lubuk Alung.
    Sebagai bagian dari masyarakat, dia melibatkan banyak pihak di nagari yang baru itu. Termasuk dengan Pj. Walinagari, Nasrizal dalam membahas berbagai persoalan yang timbul di sekolah tersebut. Dukungan dari walinagari, tokoh masyarakat serta berbagai pihak berkepentingan lainnya itulah yang dimanfaatkan Jon Hendri, sehingga berbagai kemajuan bisa diraih dengan baik dan benar.
    Kepada seluruh masyarakat Aie Tajun Lubuk Alung, dan seluruh keluarga besar sekolah itu, Jon Hendri berharap untuk bisa mempertahankan serta meningkatkan kemampuan yang telah diraih tersebut. Perjuangan pahit yang membuahkan hasil manis ini harus diisi dan ditingkatkan terus dimasa yang akan datang. (damanhuri)

Rabu, 23 November 2011

Menuntut Bantuan Gempa Ditengah Berbagai Kecamatan

Menuntut Bantuan Gempa Ditengah Berbagai Kecamatan

Ketaping---Ketika musim hujan, Ita bersama anak dan suaminya terpaksa harus kena hempasan air, lantaran dia masih mendiami pondok darurat, yang diatap dengan rumbia, yang berdindingkan tikar pandan. "Beginilah nasib jadi orang kecil, yang selalu jadi permainan dalam soal pitih bantuan," kata dia ketika menerima Singgalang, Sabtu (30/4) lalu dikediamannya, Pilubang, Nagari Ketaping.
    Sebagai upaya, Ita kini dipercaya oleh sebagian besar masyarakat Pilubang, untuk bisa mendapatkan haknya. Sebab, dari seluruh data-data yang dia kumpulkan sejak dari nagari, kecamatan hingga ke Padang Pariaman, banyak kesalahan yang ditemukan dalam soal pembagian bantuan. Bahkan, ada kecendrungan tidak adanya rasa manusiawi lagi dalam mengutamakan pembagian bantuan tersebut.
    Dari semua catatan yang cukup susah didapatkan Ita tersebut, ternyata di Pilubang tersebut ada sebagian 'rumah hantu' yang telah berpuluh tahun tidak lagi didiami, masih mendapatkan bantuan gempa. Dan ada juga untuk satu nama, tapi dapat dua bantuan sekalian. "Yang lebih fatal itu ada pula rumah yang rusak ringan dijadikan rusak sedang, sehingga dapat bantuan Rp10 juta. Sementara, sekitar 70 rumah yang rata dengan tanah, hingga saat ini belum tahu nasibnya soal bantuan," kata dia.
    Kerja keras yang dilakukan Ita bersama masyarakat yang merasa dipinggirkan itu, sungguh banyak mendapat rintangan dan tantangan. Ita mengaku pernah diacam oleh oknum petugas di nagari dan pemuka masyarakat akan dikucilkan dalam kampung, kalau terus melakukan tuntutan ini dan itu dalam soal bantuan. Upaya yang dilakukannya itu dianggap sebagai provokator ditengah masyarakat. "Padahal, yang kita lakukan adalah meluruskan apa yang sebenarnya harus dilakukan. Kita tidak ingin ditengah banyaknya warga yang menjerit menunggu bantuan, ada pihak yang berlimpah harta yang tidak jelas sumbernya, beli sepeda motor, dan bermewah-mewah," sebutnya.
    Hingga hari, telah hampir dua tahun gempa berlalu, dimana kesalahan itu, Ita belum bisa pastikan. Yang jelas, dia bersama masyarakat yang menjerit itu melakukan upaya pengaduan ke Kapolres Padang Pariaman mencari keadilan. "Pengaduan atas nama Basri, 62, itu kita lakukan sepekan yang lewat. Kini, para saksi telah dipanggil, guna mengungkap semua kebobrokan pendistribusian bantuan gempa," cerita Ita lagi.
    "Seluruh dokumennya telah kita lengkapi, termasuk mendokumentasikan rumah yang sehat, tapi dapat bantuan juga. Kalau dugaan kita, orang itu jelas-jelas ada hubungan dengan pemimpin di korong ini. Kita berharap, pengaduan yang dilakukan kali ini membuahkan hasil yang sesuai dengan yang sebenarnya. Tidak lagi seperti pengaduan yang pernah juga dilakukan ke Kapolsek Batang Anai, yang akhirnya dipaksa mencabutnya," terangnya.
    Ita berharap, upaya pengaduan yang dia lakukan tersebut mendapat sambutan dari pihak-pihak yang berkopenten dalam masalah demikian. "Kita ingin memperlihatkan kepada semua pihak, bahwa orang kecil janganlah dipandang enteng dan dilecehkan begitu saja. Siapa yang berbuat, tentu dia yang akan memikul akibatnya. Yang jelas, kita tetap mencari keadilan, menuntut hak kita, sampai kapan pun, dan kemana saja yang semestinya juga mendapatkan bantuan gempa. Sedangkan Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno sudah jelas mengatakan, dalam pendistribusian bantuan, harus mengutamakan orang yang paling membutuhkan," tegasnya. (damanhuri)

Saatnya Potensi Daerah Diberdayakan

P2Kl Padang Pariaman
Saatnya Potensi Daerah Diberdayakan, Dengan Subsidi Pengusaha

Pariaman, Singgalang
    Petugas Penanggulangan Kemiskinan Lapangan (P2KL) Padang Pariaman, merupakan sebuah lembaga bentukan Pemkab setempat, guna mengurangi anggka kemiskinan di daerah bekas gempa tersebut. Sejak keberadaan P2KL tahun 2007 lalu, hingga saat ini terus eksis melakukan pendataan disetiap nagari yang ada di daerah itu.
    Sejak tahun 2010 lalu, P2KL berinisiatif untuk menyatukan visi misi lewat sebuah forum yang diberi nama Forum Petugas Penanggulangan Kemiskinan Lapangan (FP2KL), yang diketuai oleh Dalinur, yang berasal dari Kenagarian Balah Aie, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak. P2KL punya anggota satu orang setiap nagari, kecuali untuk Lubuk Alung, itu anggotanya mencapai lima orang, lantaran nagarinya besar.
    Rabu (20/4) lalu, FP2KL menggelar pertemuan di salah satu rumah makan di Balah Aie, guna membicarakan eksistensi lembaga yang bertugas terhadap kesejahteraan masyarakat. Dalam pertemua itu juga menghadirkan staf ahli anngota DPR RI, H. Nudirman Munir, yakni Jhon Kenedi Martin, sebagai pembicara tunggal dalam forum itu.
    Dari 51 anggota FP2KL yang terserak di Padang Pariaman, saat pertemuan bergengsi itu hadir sekitar 30 anggota. Mereka sangat antusias mendengarkan paparan yang diberikan seorang Jhon Kenedi Martin, yang dikenal suka memberikan motivasi dalam berbagai kesempatan.
    Jhon Kenedi Martin melihat keberadaan FP2KL cukup signifikan dalam memberikan masukan untuk daerah. Apalagi Padang Pariaman merupakan pilot project untuk penanggulangan kemiskinan berbasis nagari, yang dicanangkan langsung oleh Presiden SBY. "Sebagai orang yang setiap waktu berada ditengah masyarakat, dan selalu melihat dan menyaksikan kemiskinan ditengah kampung, saatnya FP2KL ikut memfasilitasi usaha-uasaha yang mungkin dikembangkan oleh masyarakat miskin tersebut," kata mantan bakal calon Bupati Padang Pariaman pada Pilkada 2010 lalu ini.
    Dia ingin, seluruh rumah makan milik rang Piaman yang ada di Jakarta, sudah saatnya mendapat perhatian serius dari Pemkab, agar pengusaha urang awak itu tidak gulung tikar. Sebab, setiap saat sewa warung selalu naik. Bantuan Pemkab tentu juga dibarengi dengan adanya perhitungan yang jelas antara Pemkab dan pengusaha rumah makan, dengan cara seluruh kebutuhan rumah makan, harus mereka beli dari kampung ini.
    Menurut Jhon Kenedi Martin, hal yang seperti demikian sebenarnya telah lama dilakukan oleh negara Thailand, terhadap pengusaha rumah makan masyarakatnya yang ada diluar negeri. Apa yang terjadi, sekitar 30 persen divisa Thailand, itu berasal dari hasil subsidi yang diberikan kepada pengusaha rumah makannya yang ada diluar sana. "Nah, Padang Pariaman dikenal punya banyak kelapa, beras, telur ayam dan sejumlah hasil pertanian lainnya yang selalu dipakai saban hari oleh pengusaha rumah makan. Saatnya hal itu kita kembangkan pula terhadap pengusaha rumah makan milik rang Piaman yang ada diluar sana," kata dia. (dam)

Menunggu Bantuan Gempa yang tak Kunjung Datang

Bantuan Gempa 2007 Belum Diterima, 2009 Jangan Sampai Tergilas Pula

Ketaping--Matahari baru saja beranjak naik. Sebentar lagi waktu Jumat juga menjelang. Pasangan suami istri, Abu Zanar dan Roslaini K tampak masih berselemut kesedihan. Betapa tidak, Hingga hari ini, keluarga itu belum bisa mempastikan tentang bantuan gempa 2009, untuk membangun kembali rumahnya yang rusak berat. Sebab, tatkala gempa 2007, dia juga salah seorang korban rusak sedang, tetapi sampai saat ini belum menerima bantuan. Belum ada jawaban yang pasti dari pihak pemerintahan kenagariannya, Ketaping, Kecamatan Batang Anai, Padang Pariaman.
    Padahal, peristiwa gempa bumi itu telah cukup lama. Orang disekelilingnya, yang rumahnya hanya rusak ringan telah dapat. Ketika ditemui dikediamannya, di Ujuang Bolak, Korong Olo Bangau, Ketaping, Jumat kemarin, Abu Zanar nampak pasrah. Dia orang kecil, yang tidak tahu banyak tentang pergolakan pemerintahan. "Yang jelas semua persyaratan yang diminta, telah dipenuhinya. Mulai dari KTP, KK, IMB dan lainnya telah selesai dan telah diserahkan kepada yang meminta," kata dia.
    Abu Zanar bersama keluarganya sempat tinggal lima bulan ditenda. Lantaran anak dan istrinya mulai sakit-sakitan, dia paksakan pindah kerumah yang rusak berat itu kembali dengan banyak berjaga dari tidurnya. Kalau dipaksakan tidur bersamaan, nanti kawatir datang gempa. Sementara, kondisi rumah penuh dengan darurat, dan sangat mengkawatirkan. Lima putra-putrinya masih kecil-kecil mesti harus dijaga terus. Apalagi, saat gempa 2009, anaknya yang paling kecil sempat terhimpit reruntuhan batubata.
    Kini, Abu Zanar bersama keluarganya mendiami rumah pondok yang dapat bantuan dari PMI. Karena yang diberikan berupa bahan, maka bangunannya agak dibesarkan oleh Abu Zanar. Dalam rumah itulah dia bersempit-sempit dengan anak dan keluarganya, sampai saat ini. Dia sangat sedih ketika orang lain telah banyak yang merehab dan membangun kembali rumahnya, sementara dia tidak ada yang bisa dilakukannya, untuk perbaikan dan pembangunan rumahnya kembali.
    Rumah yang baru sekitar lima tahun dihuni Abu Zanar itu juga tercatat sebagai korban rusak sedang pada peristiwa gempa 2007. "Kabarnya, yang kena gempa 2007 itu telah dapat bantuan. Tapi kok rumah ini belum juga datang sampai saat ini. Sebagai masyarakat kampung, kita tidak mau merobohkan rumah, yang semestinya harus dirobohkan, lantaran rusak berat. Semua sendi-sendinya telah terputus. Kalau dirobohkan, tahunya bantuan tidak dapat, seperti yang 2007 lalu, mau apa kita lagi nantinya," ceritanya.
    Menurut dia, ada puluhan kelurga miskin seperti dirinya di kampung kecil itu, yang hingga saat ini sangat berharap bantuan itu diturunkan. Kondisi rumahnya yang sangat berdekatan dengan Bandara Internasional Minangkabau (BIM) itu, mudah rapuhnya ketika pesawat mau mendarat dan naik. Hempasan angin pesawat pernah menjatuhkan sendi-sendi rumahnya, yang memang telah goyang.
    Ketidak-mengertian Abu zanar, petugas yang datang kerumahnya hanya sekedar melihat, mengambil gambar, tetapi realisasi bantuan kapan pastinya tidak ada satupun yang bisa menjelaskannya. Dia berharap, kebijaksanaan pemerintahan Kenagarian Ketaping bisa berpihak pada dirinya, dan keluarga miskin lainnya, yang sangat butuh bantuan itu segera. (damanhuri)

Selasa, 22 November 2011

Tuanku Shaliah Pengka tak Kenal Lelah

Haul Ke- 15
Tuanku Shaliah Pengka tak Kenal Lelah

Lubuk Pandan---Hujan lebat yang melanda Padang Pariaman sejak Jumat (20/5) siang lalu, tidak menyurutkan niat ratusan alumni Pondok Pesantren (Ponpes) Madrasatul 'Ulum dari berbagai daerah untuk datang ke komplek Ponpes yang terletak di Kampung Guci, Kenagarian Lubuk Pandan, Kecamatan 2 X 11 Enam Lingkung itu, guna melaksanakan hajatan haul 15 tahun wafatnya Syekh H. Abdullah Aminuddin, sang pendiri pesantren tersebut. Dia wafat pada 1996 lalu, dalam usia 88 tahun, karena beliau dilahirkan pada 1908.
    Sejak Tuanku Shaliah Pengka, begitu almarhum dikenal ditengah masyarakat seantero Padang Pariaman itu, mendirikan Ponpesnya pada 1945 lalu, hingga saat ini sudah banyak melahirkan lulusan. Tak heran, malam itu menjadi malam keakraban diantara para alumni demikian. Mereka bekerja dan bertugas diberbagai daerah, seperti Solok, Kabupaten Agam, Tanah Datar, Padang Pariaman serta daerah lainnya. Bagi alumni acara demikian, disamping memperingati haul, berupa zikir sebagai bakti seorang anak didik kepada gurunya, juga menjadi ajang silaturrahim, lantaran acara tersebut dilakukan setahun sekali.
    Yang menjadi fokus dari ajang demikian, adalah pembangunan kembali kubah almarhum, yang telah runtuh akibat gempa pada akhir 2009 lalu. Memang letak kubah beliau sangat rawat, lantaran terletak pada dataran ketinggian. Hingga kini, kubah itu belum diperbaiki.
    Latiful Khabir Tuanku Kaciak, selaku Ketua panitia haul menyampaikan, kehadiran alumni pada peringatan haul kali ini cukup luar biasa. Ada alumni yang paling tua dan termasuk generasi pertama sejak pesantren ini ada, dan alumni yang lulus pada era 2000. "Ini sebuah kebersamaan yang perlu kita tingkatkan, dalam petemuan-pertemuan selanjutnya, untuk memutuskan berbagai persoalan yang berhubungan dengan kemajuan pesantren yang beliau tinggalkan," kata dia.
    Menurut Pimpinan Rumah Makan Pondok Baselo Lubuk Idai ini, kesepakan untuk membangun kembali gubah yang telah rusak tersebut harus sesuai apa yang diinginkan oleh almarhum dulunya. Inti dari kubah yang akan direhab tersebut tidak terlepas dari kubah yang telah dia dibuat dulunya. Yakni, bagian luar yang diatap. Sementara, yang berpas-pasan dengan kuburan, itu sama sekali tidak boleh diatap, seperti pesan yang pernah dia sampaikan dikala masih hidup dulunya.
    Latiful Khabir bersama panitia dan pimpinan pesantren, ingin bangunan kubah itu bisa diselesaikan dalam waktu dekat. Sebab, dengan kondisi saat ini, para penziarah yang merupakan jamaah dari santrinya sendiri merasa kepanasan. Akibatnya, penziarah melakukan aktivitas ziarahnya di komplek surau yang dia dirikan dulunya.
    Malam itu terkumpul dana sebanyak Rp20 juta lebih plus berupa seng, semen dan batubata yang disumbangkan alumni demikian. Menurut cacatan pesantren itu, para alumninya ada yang jadi PNS, baik di jajaran Kementerian Agama, maupun dilingkungan pemerintah. Ada juga yang terjun didunia bisnis, seperti pengusaha rumah makan, beraktivitas didunia politik dan organisasi kemasyarakatan, yang bergerak pada tatanan masyarakat, dan sebagian besar mengajar dan mengembangkan pesantren.
    Pimpinan pesantren, H. Marzuki Tuanku Nan Basa melihat kegiatan haul merupakan sebuah keharusan dilakukan oleh anak didik yang telah ditinggalkan almarhum. "Kedepan, perlu sebuah catatan sejarah beliau, agar generasi saat ini tidak kehilangan jejak dan langkah yang pernah beliau lakukan. Sebab, ulama sekaliber almarhum sangat jarang ditemukan zaman sekarang. Beliau dikenal ikhlas dalam mengajar. Waktunya dihabiskan dengan mengajar," kata dia.
    "Sepanjang hidupnya, tidak pernah melakukan shalat secara sendirian. Untuk itu pula, kemanapun beliau pergi, selalu membawa seorang santri, untuk dia jadikan sebagai makmum dikala waktu shalat masuk. Ditambah lagi, sepanjang hidupnya tidak pernah memakai kaca mata. Penglihatannya sehat, sejak lahir sampai akhir hayatnya," sebut Marzuki. (damanhuri) (Harian Singgalang, Senin 23 Mei 2011/20 Jumadil Akhir 1432 H)

Menjadikan Potensi Nagari Sebagai Kekuatan Penopang

Balon Walinagari Ali Akbar
Menjadikan Potensi Nagari Sebagai Kekuatan Penopang

Sungai Limau, Singgalang
    H. Ali Akbar, salah seorang bakal calon Walinagari Guguak Kuranji Hilia, Kecamatan Sungai Limau, Padang Pariaman melihat nagarinya punya banyak potensi, terutama pertanian, perkebunan dan perikanan. Namun, pascagempa akhir 2009 lalu, infrastruktur pertanian banyak yang rusak, sehingga masyarakat tidak lagi normal turun kesawah.
    Kepada Singgalang, Minggu (20/11) Sekretaris Asosiasi Beras Tani (ABT) Padang Pariaman ini yakin program gotong royong yang telah dicanangkan Pemkab setiap bulan ini akan mampu merubah maiset masyarakat perkampungan. Apalagi, yang nama gotong royong adalah kebiasaan yang telah lama menjiwai masyarakat sejak dulunya.
    "Masyarakat yang mendiami lima korong yang ada di Guguak Kuranji Hilia, masing-masing, Korong Pasar Paingan, Siguruang, Sarang Alang, Kampuang Pisang dan Korong Bukit Jariang Padang Jambu, adalah masyarakat petani. Mereka menggantungkan hidupnya dari sumber pertanian, dan sebagian hidup dari nelayan," kata dia.
    Dia ingin memberikan yang terbaik pada nagari yang baru saja dimekarkan dari induknya, Kuranji Hilia itu. Baginya, pemilihan walinagari adalah sarana yang harus diikuti. Namun, yang lebih penting dari itu adalah berbuat bersama untuk kemajuan kampung demikian. "Kita ingin, potensi yang ada dinagari ini dikembangkan dengan dinamikanya. Mulai dari potensi niniak mamak yang berhubungan dengan adat istiadat, alim ulama yang bersentuhan dengan ilmu pengetahuan agama ditengah masyarakat, serta potesi lainnya harus dilibatkan dalam membangun nagari kedepannya," ujar Ali Akbar.
    Begitu juga, lanjut Ali Akbar, nilai-nilai adat dan agama yang selama ini berkembang ditengah masyarakat, adalah sebuah kekuatan nagari yang harus terus dikembangkan. Generasi muda yang akhir-akhir ini mulai terjangkiti oleh pengaruh globalisasi, dengan peran nagari mereka harus bisa memilah dan memilih, mana informasi yang bermanfaat, dan mana pula hembusan globalisasi yang mesti dijauhi.
    "Kita tidak ingin, mental generasi muda yang notabene calon pemimpin masa depan ini jadi rusak. Generasi muda harus mampu memberikan kontribusi positif, ikut berperan dalam mewujudkan Guguak Kuranji Hilia yang jauh lebih baik lagi dimasa mendatang. Apalagi, potensi generasi muda yang punya banyak gagasan progresif, harus dikelola dengan baik dan benar," ungkapnya. (525)

Kamis, 17 November 2011

Kongres HIPMI


Bapak Erwin Haksa (Ketum BPP HIPMI)

BALON Wali Nagari Ali Akbar



"Keberhasilan Pembangunan tak dapat Diukur dengan Janji"
Sungai Limau, Singalang (Jum'at 11/11/2011, hal. C-25)

Genderang pemilihan Wali Nagari Guguak Kuranji Hilir, Kecamatan sungai Limau, Padang Pariaman telah ditabuh. Kini, semua Bakal calon sedang diajukan ke Bupati untuk di SK-kan sebagai Calon Wali Nagari yang sah untuk dipilih oleh masyarakat.

H. Ali Akbar, SE.Ak., satu dari empat bakal valon Wali Nagari akan ikut dalam persaingan tersebut. Anak muda yang telah malang melintang di dunia organisasi sosial kemasyarakatan itu bertekad ingin memberikan yang terbaik pada kampung halamannya, Guguak Kuranji Hilir (sebelumnya bernama Korong Paingan).

Baginya, pemilihan walinagari merupakan bagian dari upaya pencerdasan masyarakat, terutama menyangkut soal pilihan. Terbangunnya tata kelola pemerintahan nagari yang baik dan bersih, guna mewujudkan Guguak Kuranji Hilir yang adil, makmur dan sejahtera. Itu sepenggal Visi dan Misinya untuk ikut maju pada momen perdana ini.

Kepada Singgalang, Rabu (9/11) Sekretaris Asosiasi Beras Tani (ABT) Kabupaten Padang Pariaman itu menjelaskan, Keberhasilan pembangunan masyarakat tidak dapat diukur dengan janji atau kata-kata.

Tapi, pada prinsipnya hanya dapat diukur dari apa dan sejauhmana pembangunan itu telah dikerjakan, serta memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat. Singkatnya, pembangunan yang sebenarnya adalah fakta atau kenyataan dari suatu usaha yang telah membuahkan perkembangan, kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.

"Kita merasa terpanggil untuk mengabdikan diri sepenuhnya bagi masyarakat Guguak Kuranji Hilir. Dasar keterpanggilan ini tentunya terletak pada pengalaman tiga tahun belakangan, dimana masyarakat Nagari Guguak Kuranji Hilir telah mempercayakan kebutuhan dan harapannya melalui berbagai karya pembangunan yang telah kita lakukan semaksimal mungkin," kata dia.

Nagari Guguak Kuranji Hilir, kata Ali Akbar, merupakan salah satu dari beberapa korong yang dimekarkan Februari lalu. (dam)